Part 38

89 13 4
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Zikra melihat Aila kesulitan mengendalikan diri. Sejak lima menit yang lalu, mereka hanya duduk di kursi taman rumah sakit yang keadaanya nggak begitu terang. Hanya dicahayai oleh lampu-lampu taman yang tertancap di beberapa titik area taman tersebut. Pun lampu-lampu itu terlihat seperti hampir redup. Dan Aila masih menyelesaikan sesengukannya. Entah apa yang membuatnya begitu menangis hebat, Zikra belum berani bertanya.

Mereka bahkan nggak memperdullilan bahwa kursi yang sedang mereka duduki basah akibat hujan lebat tadi, dan kini mereka bisa merasakan sensasi dingin yang merambat pada tubuh mereka.

Sementara menunggu Aila meredakan tangisannya, Zikra mencoba menebak sendiri masalah yang sedang Aila hadapi. Karena semua ini terjadi setelah Aila memutuskan untuk pergi dari rumah sakit, jadi Zikra menerka-nerka sumber masalahnya dari sana, dan Zikra langsung terpikirkan oleh satu hal. Apakah ucapan Tante Widya tadi melukai hati Aila?

Zikra rasa ucapan Tante Widya itu memang sedikit kurang pas untuk didengar oleh Aila yang mungkin memiliki sifat perasa. Zikra nggak tahu pasti, dia hanya menebak dan mencoba menerka-nerka.

Jika masalahnya memang itu, Zikra rasa cowok itu perlu menjelaskan kepada Aila, bahwa apa yang dikatakan oleh Tante Widya bukan serta-merta beliau nggak menyukai Aila berada di sana. Beliau hanya nggak mau Aila terlalu larut di sana sampai semalam ini, apa lagi Aila perempuan. Karena juga Zaen belum tentu akan sadar saat ini, jadi lebih baik Aila pulang terlebih dahulu. Seperti itulah yang bisa Zikra tangkap dari maksud perkataan Tante Widya.

Tapi melihat reaksi Aila terlihat begitu terguncang, Zikra rasa masalahnya lebih dari itu, dan Zikra baru ingat. Saat dia kembali sehabis mengantar Zion, sudah ada aura berbeda dari wajah Aila dan itu juga sebelum Tante Widya kembali dari ruang dokter. Jadi, apakah terjadi sesuatu antara Aila dan Zavian selama dia pergi? Memikirkan itu membuat Zikra pusing seketika.

"Udah?" tanya Zikra. Aila sudah meredakan tangisnya.

"Mau pulang?" tanya Zikra lagi setelah mendapat jawaban berupa anggukan kepala dari Aila.

"Iya. Maaf, Zik," Dia merasa telah mengacaukan malam Zikra dengan mendengarnya menangis seperti orang gila.

"Nggak papa." Zikra terlihat maklum.

Saat ini Zikra masih mencoba membiarkan Aila dengan kondisinya. Nanti, jika waktunya sudah tepat, baru Zikra akan bertanya, barangkali dia bisa membantu masalah yang mengaungi Aila.

Mereka sudah bangkit dan melangkah menghampiri mobil Zikra yang terparkir di halaman rumah sakit. Letaknya dua baris jauhnya dari motor Zion yang Aila tahu.

***

Kabar tentang musibah yang menimpa Zaen sudah menyebar menyeluruh seisi sekolah. Sehingga saat ini kelas Aila gaduh, membahas rencana akan menjenguk Zaen. Namun, informasi dari Devon, Zaen belum sadar dari kritisnya dan Devon merasa menjenguk Zaen secara ramai-ramai apa lagi satu kelas bukanlah ide yang bagus. Jadi, Devon menginterupsi untuk menjenguk Zaen setelah cowok itu sadar saja.

"Lo pasti udah tahu. Paling pertama juga pasti," ucap Milly menghampiri Aila.

"Nggak juga, karena gue tahu dari Zikra," jawab Aila. Nggak ada semangat sama sekali dari raut wajahnya.

"Maksud gue selain mereka," kata Milly, mengoreksi kalimatnya.

"Nggak juga." Aila menjawab dengan kalimat yang sama.

Milly menghela napas. Dia tahu pasti saat ini Aila sedang turut prihatin dengan keadaan Zaen. Namun bagi Milly, Aila nggak perlu terlalu memikirkanya, karena dia khawatir itu akan berdampak buruk untuk kesehatan fisik dan batin Aila.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang