Part 15

193 37 2
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Niatnya mau move on, tapi yang mau dilupain malah makin jadi tingkahnya, bikin Aila menunda lagi rencana move on-nya. Kalau begini, maka jadi tanggung jawab Zaen kalau Aila makin cinta.

Bahkan sejak kemarin, sejak dibilang lucu sama Zaen, Aila nggak bisa berhenti tersenyum. Sampai Sheva yang duduk di depannya keheranan dan nggak sabar dengar cerita dari sahabatanya itu.

"Udah dong kaya orang gilanya. Kita ketemu buat mengobati rindu loh!" Sheva yang nggak tahan akhirnya menegur.

"Oh iya. Oke, gue kangen banget sih sama lo!"

Mulut Sheva mencebik. "Pakai 'sih' tuh kaya aslinya biasa-biasa aja."

Aila terkikik. "Serius, kangen kok!"

"Tuh, pakai 'kok' makin nggak meyakinkan."

Tanggapan-tanggapan Sheva membuat Aila kesal, dia pun menendang kursi sahabatnya itu. Omong-omong, mereka ketemuan di sebuah kafe.

"Udah deh, mending kita mulai mendongeng kisah nyata kita," ucap Aila, melipat kedua tangannya di atas meja. Lalu dia memandang Sheva dengan wajah serius. Namun, detik berikutnya senyumnya pecah.

"Lo dulu. Gue yakin lo udah ngalamin banyak hal, sampai bikin lo senyum mulu kaya orang gila."

Aila lagi-lagi terkikik. Kemudian berdehem, agar dirinya tenang dan mulai bercerita kepada Sheva dari prolog hingga part tengah-tengah saja, karena kisahnya masih berlanjut sampai nanti akhirnya dia jadian sama Zaen. Mungkin(?)

"Lo bahagia? Keliatannya sih iya," tanya Sheva yang langsung mendapat jawabannya dari dirinya sendiri.

"Dia kemarin bilang gue lucu!" Aila semakin sulit mengendalikan senyumannya.

Walau agak iri, Sheva tetap ikut bahagia mendengarnya. Tapi ada yang janggal di sana. Dia memiliki firasat nggak baik mengenai apa yang Aila ceritakan tentang Zaen. Cowok yang menjadi bahan pembicaraan mereka saat ini, dan Sheva yang sempat melihat raut wajah sedih di bagian Aila menceritakan bagaimana dia mengetahui fakta keyakinan mereka yang berbeda, di situlah senyum Sheva luntur sampai sepanjang dia mendengarkan cerita Aila.

"Jauh banget halu lo. Baru juga cinta sepihak, tapi mikirnya udah sampai nikah segala," kata Sheva yang tadi sempat mendengar Aila berhalu menikah dengan Zaen.

"Namanya juga halu. Kan, menuju tak terbatas dan melampauinya," jawab Aila, sambil terkikik.

"Tapi ...." Sheva sengaja menjeda ucapannya, "Kalian beda keyakinan. Gue rasa nggak akan berjodoh bagaimanapun caranya."

Aila mengulum bibirnya. Menerawang jauh ke dalam impiannya yang dia paksa, walau sering kali tertampar di perjalanannya. Lalu, dia mendongak menatap Sheva dengan senyum yang dia ciptakan meski sarat akan tipuan.

"Bisa nggak sih, kita nikah nanti punya dua anak. Yang satu ikut gue, yang satu ikut Zaen gitu. Adil, kan?" tanya Aila. Ngarepnya sudah kelewatan.

"Ya jadi keluarga nasi uduk dong kalian! Campur-campur gitu. Bagaikan nasi dan lauk. Nggak searah nggak sejenis, nggak segalanya pokoknya. Duh! Gue nggak mau jadi temen yang jahat, cuman buat kasus lo ini, gue rasa...." Sheva kembali menjeda ucapannya. Menatap Aila guna melihat reaksi sahabatnya itu.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang