Part 18

196 29 8
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Inilah alasan Zaen malas berbicara. Lelah. Apa lagi berdebat sama Stella, sudah pasti tenaganya habis. Makanya, begitu tiba di kamar, Zaen langsung merebahkan diri. Nggak hanya itu, hati dan pikirannya pun kaya terkuras habis, seolah sudah bekerja terlalu extra hari ini, hanya karena beberapa kalimat yang dia lontarkan saat ngobrol bersama Stella dan Aila.

Ah cewek itu!

Zaen rasa dia terlalu baik kepada Stella. Memberi kata-kata motivasi serta dukungan secara nggak langsung bukanlah sesuatu yang pantas cewek itu katakan. Apa lagi untuk cewek lain yang terang-terangan ingin berjuang merebut hati pacarnya sendiri. Atau karena mereka hanya pura-pura pacaran, maka Aila merasa nggak perlu hati-hati dalam bicara?

Zaen jadi bertanya-tanya nih, kalau misal mereka pacaran beneran, apa Aila bakal mengatakan hal yang sama untuk Stella?

"Jangan bego, La. Gimana kalau posisinya tadi kita beneran pacaran?" gumam Zaen, yang percuma saja karena Aila nggak di sana.

"Lo dulu ngga sih, La, yang mulai?" pertanyaan ambigu itu terlontar begitu saja dari mulut Zaen.

"Kalau gitu, lo yang tanggung jawab nanti," lanjutnya. Seolah Aila bisa mendengarnya saja.

Sedangkan di lain tempat. Tepatnya rumah seberang. Rumah Aila, sang penghuni tengah galau bukan kepalang. Bahkan memandangi rumah Zaen sambil membayangkan cowok itu ada di sana nggak mampu mengembalikan mood baik Aila.

Pikiran Aila seakan sedang melerai dua emosi yang bertentangan dalam hatinya. Dia nggak bisa menjelaskan perasaan apa yang sedang mendominasinya saat ini, setelah belum lama ini dia menjadi pacar Zaen. Walau hanya pacar palsu.

Ditambah, dia baru saja melakukan kesalahan. Kesalahan fatal karena membiarkan Stella tetap memperjuangkan perasaannya terhadap Zaen. Padahal belakangan ini dia uring-uringan dan rewel akibat Stella dekat-dekat sama Zaen. Tapi, apa yang dia katakan kepada Stella tadi sungguh mengkhianati dirinya sendiri.

Stella bergerak seolah nggak punya penghalang, sekalipun dia mengira Zaen memiliki pacar. Sementara Aila terlalu memikirkan ketidakmungkinannya. Dia hanya bisa terduduk dengan gelisah, sementara Stella menggali perasaan Zaen semakin dalam. Dan pada akhirnya, Stella lebih banyak memiliki peluang ketimbang dirinya.

***

Mereka, yaitu Zavian, Zikra, dan Zion, sedang duduk berkumpul di kamar Zikra. Sejak tadi, mereka membahas hal-hal random, mulai dari yang serius sampai yang ringan. Seperti saat ini, mereka awalnya membicarakan Zion yang hampir saja bertabrakan dengan pengendara lain. Namun, pembicaraan bergeser ketika Zavian teringat kejadian lain yang melibatkan seorang pengendara juga.

“Kemarin gue juga liat motor nabrak trotoar. Untungnya nggak kenapa-kenapa, tapi motornya terbang sampai kena pohon,” kata Zavian sambil menggeleng, masih nggak percaya sama apa yang dilihatnya.

Zikra tertawa kecil. “Motor kena pohon? Kebayang gimana si pengendara nyari alasan waktu laporan ke bengkel.”

“Paling bilangnya: ‘Pohon jalan sendiri, Bang,’” sambung Zion, yang membuat mereka semua tertawa.

“Serius, sih. Kadang kalau di jalan tuh nggak pernah tahu bakal ngeliat apa. Orang bawa barang aneh-aneh di motor aja udah biasa,” lanjut Zikra, kali ini sambil memandang ke arah langit-langit.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang