Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━"Zaen belum bisa dipindahkan dari ruang ICU ke ruang inap biasa. Harus nunggu sadar dulu. Dan tadi dokter bilang, harus membatasi orang-orang yang jenguk Zaen. Minimal sehari dua orang aja." Tante Widya menjelaskan kepada seseorang yang nggak Aila kenal di sana.
Aila ada di sana. Akibat menyetujui saran dari Omarrio hanya dengan berpikir kurang dari dua menit, akibatnya gadis itu diserang rasa canggung, sungkan, rikuh, gugup, malu, dan lain sebagainya. Dia merasa nggak terlihat di sana, seperti tamu tak kasat mata dan tak diharapkan kehadirannya.
Sejauh ini, itu yang Aila rasakan saat dirinya menyandang sifat perasa. Selalu memikirkan hal-hal yang belum tentu benar. Hanya spekulasinya saja yang terlalu paranoid dan pesimis.
Sedangkan Tante Widya nggak mengatakan apa-apa sejak Aila hadir di sana. Wanita itu seolah nggak perduli dan lebih menanggapi setiap pertanyaan orang yang nggak Aila kenal tadi.
Lagi pula sejak tadi juga Aila nggak bersuara. Lidahnya terlalu kaku hanya untuk menanyakan kondisi Zaen. Dan saat ini Aila ingin cepat-cepat pulang, tapi keberadaannya di sana belum ada sepuluh menit, jadi Aila merasa belum pantas melakukannya. Namun, jika dia bertahan sekitar sepuluh menit lagi, dia merasa akan semakin tertekan.
"Kalau gitu, nanti aku bilangin yang lain buat jangan jenguk Zaen dulu, Kak."
"Nggak papa kalau mau jenguk, Dek. Tapi kabarin aku dulu," jawab Mama Zaen.
Aila jadi menduga bahwa orang itu keluarga besar Zaen. Tantenya mungkin.
"Ya. Nanti aku kabarin kalau mau jenguk Zaen lagi."
Tante Widya mengangguk. Sekilas beliau melirik Aila yang terlihat nggak nyaman. "Aila ke sini sama siapa?" tanyanya.
Aila yang sedang melamun pun terkejut, dan buru-buru menjawab. "Sendiri Tante."
Tante Widya mengangguk-angguk tanda mengerti, lantas nggak melanjutkan lagi guna memulai obrolan dengan Aila, karena jujur, beliau pun bingung nggak tahu apa yang harus dibahas.
"Kalau gitu, Aila pamit pulang dulu ya, Tan. Nanti Aila ke sini lagi ya?" intonasinya bukan pernyataan, tapi pertanyaan. Semacam meminta persetujuan atas ucapannya itu, dan Tante Widya hanya mengangguk seraya tersenyum.
"Hati-hati, ya," ucapnya memberi pesan.
Aila mengangguk, kemudian mulai melangkah meninggalkan lorong koridor depan ruang ICU tempat Zaen terbaring.
Sepanjang jalan Aila sibuk menerka-nerka, apakah tadi dia melakukan kesalahan? Apakah kata-kata pamitnya tepat? Apakah ada dari sikap Aila yang tampak membuat Tantw Widya nggak nyaman? Dan apakah-apakah lainnya berputar-putar dalam otak Aila.
Semenjak dia merasa nggak disukai oleh Mama Zaen, dia jadi sering menilai diri sendiri dan mengamati diri sendiri, kalau-kalau melakukan sesuatu yang menbuat beliau semakin nggak menyukainya, dan Aila merasa tertekan akan hal itu. Padahal keadaan dan posisinya Aila hanya sebatas tetangganya.
Di perjalanan, Aila berpapasan dengan Zavian. Aila sempat terkejut. Namun, buru-buru cewek itu bersikap biasa saja sampai pada saat Zavian melewatinya tanpa menyapa atau basa-basi. Zavian bersikap seolah nggak mengenal Aila.
***
Besoknya...
Pilihannya jatuh kepada skinny jeans, yang kemudian tanpa berpikir atau memilih-milih lagi, Aila langsung mengambil kaus polos yang ukuranya nyaris pas di tubuhnya, kemudian dia balut menggunakan kemeja flanel bermotif kotak-kotak—ukurannya over size dan panjangnya setinggi paha. Gadis itu membiarkan kemejanya terbuka, memperlihatkan kaus polos berwarna putihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Girlfriend [END]
Teen Fiction[NEW VERSION] [BACA= FOLLOW] By: Khrins ❗MAAF BELUM DIREVISI❗ __________________________________________ Dalam benak Aila saat menjadi murid baru di SMA Cortofory adalah bertemu dengan iblis pengacau sekolah, atau menjadi korban buly. Namun, ternya...