Part 41

119 12 14
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Jantung Aila mendadak berdenyut dan telapak tangannya mulai memunculkan keringat karena gugup. Sebelumnya dia sangat ingin sekali menemui Zaen di ruang ICU, setelah dokter menyatakan keadaan Zaen koma, mungkin sampai memar yang terdapat pada otaknya sembuh. Tapi begitu Aila sampai di depan sebuah pintu, jantungnya lebih berdentum seakan ingin keluar dari tempatnya.

Sebelum dia masuk, sejenak Aila berpikir: pantaskah dia masuk, di saat hanya keluarga dekat saja yang sejauh ini boleh keluar masuk menemui Zaen? Aila rasa dia terlalu ingin menjadi tamu istimewa untuk Zaen, sehingga ada keraguan dalam dirinya saat Tante Widya mulai membuka pintu itu dan mempersilakan Aila masuk. 

"Ngobrol aja meski nggak ditanggapi. Tapi kamu nggak punya banyak waktu. Tante jemput lagi setelah sepuluh menit," kata Tante Widya begitu beliau menuntun Aila untuk lebih dalam memasuki ruang ICU itu.

Sepuluh menit adalah waktu yang cukup untuk Aila, karena dia nggak meminta begitu muluk. Hanya diberi kesempatan untuk melihat wajah Zaen saja sudah lebih dari cukup, meski dengan waktu nggak lebih dari lima detik.

Begitu masuk ke dalam, kegelisahannya lantas berubah menjadi rindu. Dia akhirnya dapat melihat Zaen, yang terbaring lemah di atas bankar. Suara mesin yang menjadi pertahanan hidup Zaen terdengar mengkhawatirkan, tapi Aila nggak mau kehilangan harapan untuk kepulihan Zaen hanya karena kekhawatirannya.

Aila kini sudah berdiri tepat di samping Zaen. Di sana Zaen terbaring tak berdaya. Beberapa pad menempel tepat di dada cowok itu untuk memonitor detak jantungnya, dan seutas selang menutupi mulutnya, serta selang infus yang menetes tiap detiknya telah mengalihkan atensi Aila sejenak, karena saat ini cewek itu sudah kembali fokus menatap Zaen.

Terdapat beberapa luka di wajahnya. Seperti memar, goresan dan juga jahitan di dahi. Terdapat juga luka gores di lengannya.

Aila mulai duduk setelah Tante Widya meninggalkannya di sana bersama Zaen yang masih belum sadar.

"Hai Zaen," sapa Aila. Dia hanya memiliki waktu beberapa menit saja, sehingga harus menggunakannya dengan sebaik mungkin.

"Zavian bilang ini salah gue...."

"...dan gue rasa, Zavian mungkin benar. Jadi, gue minta maaf yang sebesar-besarnya sama lo. Gue bakal ngasih semua isi hati gue buat lo, sebagai permintaan maaf. Tolong nanti diterima ya, setelah lo sadar." Aila buru-buru menyeka air matanya yang mendadak turun.

"Lo harus sadar. Ada cewek cantik yang nunggu lo ini hei," ucap Aila lagi, sambil terkekeh malu.

Ketidaksadaran Zaen membuat Aila menjadi gadis yang sangat percaya diri, tapi norak juga.

Aila membelai lembut lengan Zaen, dan menatapnya lekat-lekat bersamaan Aila yang mulai merenung, menyalurkan perasaannya sebagai bentuk energi untuk Zaen.

"Tidur berlebihan itu nggak baik loh Zaen," kata Aila.

Dia menghabiskan beberapa detik untuk terdiam, lalu menggunakan lagi sisa waktunya untuk berceloteh, kemudian diam lagi dan mulai berceloteh lagi sampai dia nggak sadar bahwa kini waktunya sudah lewat dari sepuluh menit. Namun, Tante Widya belum kembali untuk menjemputnya. Hal itu Aila jadikan kesempatan untuk lebih lama berada di samping Zaen.

"Masih banyak hal di dunia ini yang perlu lo coba. Jadi ayo cepet bangun!" ujar Aila.

Tiba-tiba pintu ruang ICU terbuka, menampilkan sosok Widya. "Aila sudah ya? Maaf, barusan Tante nerima telfon dari Papa Zaen."

Kelebihan waktu yang Aila dapat rupanya sudah berakhir. Tante Widya masuk menemui Aila dan mengatakan waktu Aila sudah habis. Itu artinya Aila harus segera pergi dari sana. Dan sebentar, Papa Zaen menelfon? Apakah beliau pernah datang ke sini untuk menjenguk Zaen?

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang