Part 13

235 58 14
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Siang menjelang sore memang panas sekali, tapi bukan itu alasan Zaen merenggangkan simpul dasinya dan melepas dua kancing teratasnya karena gerah. Geram juga, sebab mendapati Stella di depan sekolahnya membuat Zaen sesak napas.

Cowok itu juga harus menepikan motornya di pinggir gerbang, agar nggak menghalangi akses jalan murid-murid lain yang hendak keluar.

"Ngapain ke sini?" Sebenarnya Zaen malas sekali mengeluarkan suara, tapi dia harus bertanya.

Stella yang sejak tadi cengegesan membuat Zaen kian keki. Dia bahkan sudah banyak sekali mengembuskan napas kasarnya. Kaya ogah banget harus ketemu Stella lagi setelah kemarin secara tiba-tiba tuh cewek ada di depan rumahnya.

"Mau lihat sekolah kamu. Bagus, ya!" Walau Stella memuji sekolah Zaen, tapi binar matanya dia arahkan untuk Zaen.

"Oh."

Meski salah mengira, tetap saja Zaen nggak bisa lega atas tujuan asli Stella di sekolahnya. Namun, Zaen berusaha mencari kesempatan untuk pergi meninggalkan cewek itu, dengan segera menaiki motornya. Akan tetapi, dia dikejutkan oleh tindakan gila Stella yang tiba-tiba menaiki jok motor belakangnya.

Zaen marah sekali, dia menoleh ke belakang bermaksud memberi Stella peringatan, tapi yang diperingati nggak peduli.

"Aku nebeng dong pulangnya."

Mau nggak mau, Zaen mematikan mesin motornya. Dia juga melepas helmnya dan mendesah berat.

"Turun!"

Mendengar nada tegas Zaen yang cukup berat nan mengancam, Stella pun turun dari atas motor cowok itu. Kemudian dia berdiri persis di depan Zaen yang ekspresinya sudah nggak bersahabat lagi. Gurat-gurat kemarahan sejelas urat-urat kepalanya yang menonjol. Mata elangnya yang memicing sempat membuat Stella kesulitan meneguk ludah. Tapi, karena dia cewek nekat, dia mencoba mengabaikan keadaan Zaen itu.

"Bisa minggir nggak?" Sekali lagi Zaen memperingati Stella.

"Zaen, kita perlu ngobrol soal surat itu! Aku butuh penjelasan!"

"Gue udah jelasin kemarin!" Duh, malas sekali kalau Zaen perlu berbicara banyak kepada Stella. Tapi cewek itu nggak bisa dikasih tahu dengan satu kata saja.

"Tapi menurut aku kemarin belum cukup!"

"Sekali lagi gue tegasin, surat itu bukan dari gue. Omarrio yang ngasih!"

"Surat itu dari kamu, tapi dikasih ke aku lewat Omarrio. Iya, kan?"

Dalam hati, Zaen memaki-maki. Apa lagi terik matahari menjelang sore kala itu semakin menyulut amarah Zaen kepada Stella. Dia paling benci sama orang keras kepala dan sulit diomongin. Persis kaya Stella ini.

Zaen yang malas berbicara dijadikan kesempatan oleh Stella untuk kembali berujar, "Anak kecil nggak mungkin se-iseng itu, Zaen. Rio mana bakal kepikiran. Dia mana paham surat-suratan. Anak kecil itu masih murni—"

"Jangan kira Omarrio bocah bego. Dia paham banget, apa lagi di surat itu ada alamat rumah lo. Gampang buat dia ngirim suratnya!" Setelah mengatakan kalimat panjang itu, Zaen merasakan tenggorokannya mulai seret.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang