45. Between Us

45 8 1
                                    

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

Happy Reading 🤗

"Lea, udah masukin semua yang mau dibawa?"

Aku turun cepat, bahkan terasa seperti melompati anak tangga saking terburu-burunya. Setelah malam tadi terkunci di gudang aku baru bisa keluar jam 7 saat petugas kebersihan mengambil alat penting. Tentu saja kabur dan diam-diam biar gak ada yang mikir macam-macam karena aku berdua sama Yeonjun didalam selama satu malam.

Pagi ini, Yeonjun langsung bawa aku pulang. Kami bolos bersama dihari Sabtu. Memang jadwalnya cukup molor, bisa dibilang hari Sabtu efektif dimulai jam 8, tapi Yeonjun bilang buat gak usah sekolah sekalian, mama nya punya jadwal terapi ketiga hari ini.

"Beberapa aja, aku gak bawa banyak karena bisa buat ibuku curiga nanti!"

Yeonjun mengangguk, membantu membawakan tasku ke mobilnya. Dia masih dengan seragam sekolah, pulang kerumah hanya menukar motor saja setelah mengantarku pulang.

"Udah bilang ibumu kalau menginap dirumah Sarah?"

Aku menutup pintunya, memasang safety belt ku lebih dulu. "Udah, ibu bilang pergi aja biar ada teman. Ibuku lagi pulang kerumah kakek, katanya bibiku sakit!"

Siapa sangka kalau ibuku pandai sekali beralibi. Aku bahkan udah menghubungi bibiku di Bogor pagi ini, dia terlihat sehat, malah sibuk tadi ingin memanggilkan sepupuku, Davin agar kami bisa mengobrol. Tapi aku tolak sebab waktuku gak banyak.

"Ibu bohong, Jun!"

Meski aku tengah menatap lurus kedepan masih bisa terlihat Yeonjun melihat kearahku, sambil sesekali menaruh fokusnya pada jalan kompleks yang sedang dilewati.

"Aku pernah ada di posisimu. Gak tahu mau merespon negatif atau membawanya pada prasangka positif. Kalau terus dipikir itu cuma bakal hancurin kamu pelan-pelan, Lea!"

Tanganku digenggamnya, "Aku disini. Kita jalanin bareng-bareng semuanya!"

Berat? Ku yakin memang seberat itu, aku mulai sadar kenapa laki-laki seperti Yeonjun bisa sia-siakan semua peruntungan materialnya dengan kenakalan. Apapun emang udah gak ada lagi artinya kalau punya keluarga yang berantakan, bahkan untuk membuang nafas lepas saja terasa sulit. Seperti hari esok tidak punya harapan.

"Jadi? Masih belum mau bilang siapa yang ngenalin kamu sama rokok?"

Tiba-tiba sekali, aku menggeleng karena enggan memperpanjang urusan.

"Situasi, dimana aku butuh sesuatu yang bisa buatku ngerasa tenang. Orang itu bilang setidaknya aku harus coba satu,"

"Lea, jangan!"

Yeonjun memotong ucapanku, mengusap punggung tanganku dengan ibu jarinya perlahan.

"Jangan dilanjut, semua punya peletakan dan batas wajarnya. Tapi kamu sangat gak wajar buat hal kayak gitu."

Aku menunduk, diam sendiri memikirkan omongannya Yeonjun. "Tapi semuanya terkesan gak adil buatku, Yeonjun! Kenapa aku harus melakukan A tidak bisa melakukan B atau C. Kenapa aku harus selalu mengerti tapi tidak punya suara untuk minta pengertian?"

Lagi-lagi air mataku harus jatuh, bodohnya itu didepan orang yang sama. "Jelasnya kenapa kamu bisa saya nggak?"

Yeonjun diam, kurasa dia gak bisa menjawab pertanyaan ku tadi. Aku juga gak menuntut jawaban darinya. Menyeka air mataku cepat dan mengangkat kembali mukaku.

How Feels? || Choi Yeonjun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang