73. Doubt

34 2 0
                                    


🌼

🌼

🌼

🌼


🌼


🌼

Halo!

Up nih!

Sorry banget karena baru sempat sekarang, padahal udah ada di draft 😭

Oke, lanjut aja


Happy Reading 🤗

"Lea, udah dong murungnya. Aku tahu kamu masih sakit hati sama hasilnya. Tapi kayak yang kamu bilang kan? Kamu punya banyak jalan lain buat kedepannya!"

Aku menutup telingaku, mengusak rambutku sendiri dan tak jarang bibirku ku gigit guna menahan tangis yang akan pecah. Seperti ini kenyataannya, ketika aku terlalu memaksakan sebuah harapan dalam diam. Sesak sendiri yang menekan dadaku sampai batasnya.

"Maaf Bu, Lea gagal!"

Bagaimana bisa kalimat menyakitkan itu ku bawakan didepan ibuku yang dengan penuh selalu meletakkan harapan tertinggi nya padaku.

Tok! Tok! Tok!

Gebrakan pintu diluar sana masih terdengar jelas. Siapa saja aku juga tak ingin tahu lebih. Aku sedang membenci semuanya, membenci kenyataan, membenci takdirku, membenci diri sendiri bahkan membenci semua orang terdekatku yang hidupnya di penuhi dengan keberuntungan.

"Lea, buka pintunya!"

"Darimana aja kamu, Ka? Janji nya mau nemenin Lea kan? Kenapa dia tadi pulang sendiri? Mana janjimu sebagai pacar yang baik?"

"Lea buka pintunya Lea, ini Raka!"
"Lea maaf buat yang tadi!"

Sejujurnya aku juga kecewa dan marah sama Raka. Satu-satunya yang kupikir akan menjadi sandaranku, yang pertama mengerti dan membantuku menegakkan bahu.

Klik!

Tapi aku memilih menahan egoku, membiarkan dirinya memberi kalimat penjelasan sekalipun itu akan jadi yang terakhir untukku.

Aku menarik kedua sudut bibirku, mengerjap beberapa kali menatap dua orang didepanku yang saling termangu.

"Kenapa?"

"Maaf, aku kekanakan banget tadi!"

Tubuhku terhuyung kebelakang, tapi tidak jatuh sebab di seluruhnya terkunci erat saat Raka memelukku seakan tidak ada hari esoknya.

"Aku udah tahu Lea, dan aku menyesal sekali sudah buat kamu menderita karena keegoisanku. Kalau saja aku gak nyuruh kamu buat pilih jurusan yang sama kamu pasti bisa lulus sekarang!"

Aku menggeleng, "Bukan salah kamu kak, memang aku nya saja lagi-lagi tidak beruntung."

Bahuku di tepuk kuat, dekapan kak Raka yang tadinya erat perlahan merenggang. Sarah menatapku lekat, setelah memisahkan ku dari Raka matanya malah berkaca-kaca.

"Lea jangan bilang gitu! Aku jadi merasa bersalah karena kita berjuang bareng-bareng!"

Kini gantian Sarah yang memelukku, dia menangis kuat sampai terisak. Sungguh tidak apa, meski ini terasa seperti tamparan menyakitkan aku tahu Sarah sudah banyak mengerahkan tenaga dan waktunya agar bisa mengambil jurusan arsitektur di Bandung

"Gak, jangan nangis. Harusnya kamu senang, aku gapapa!"

*****

Seperti yang seharusnya. Kak Raka punya jadwal keluarga buat merayakan kelulusannya di fakultas kedokteran. Sarah yang tadinya mengajak pergi untuk persiapan prom Night besok mendadak minta dibatalkan, mama dan papanya minta penjelasan soal jurusan arsitektur pilihannya, sebab yang mereka mau sejak awal Sarah menekuni dunia bisnis.

How Feels? || Choi Yeonjun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang