1. Trouble maker

403 20 5
                                    

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼


Happy Reading!!!




Aku benci sama orang yang namanya Yeonjun. Pernah sekali aku berpikir kenapa Yeonjun tidak jadi lumut tanduk saja? Dia menyebalkan sekali untuk ukuran manusia.

"Lihat! Lihat dia pakai celana olahraga tapi bajunya seragam putih!"

Tanganku terkepal, cukup bersiap untuk memberikan satu bogeman hangat pada rahangnya yang kelewat tirus itu.

"Padahal kan gak ada jam olahraga, ya kan?" Dia nyikut teman disebelahnya, dan aku cuma diam ngeliat tingkahnya yang semakin kayak setan itu.

Brakk!

"Yeonjunnn, kamu tuh ya?"
Aku gak kuat lagi, langsung gebrak mejanya dan nunjuk mukanya didepan semua teman kelas.

Yeonjun melotot, dia kaget banget tadi. Gantian aku yang mau ketawa ngelihat mata sipitnya itu dipaksa membola.

"Loh, kamu kenapa sih? Gak jelas, asli!"

Bahunya terangkat keatas, dia keliatan mutar bola matanya baru lanjut ketawa.

"Aku bakal balas ya! Lihat kamu!"

"Iya, sini aku lihat! Dimana lihatnya?"

Keparat Yeonjun!

Kakiku menghentak keras, menarik kursi ku cukup keras sampai bunyi deritnya membuat beberapa pasang mata menoleh sebab merasa terganggu.

"Apa? Salahkan ketua kelas gila itu tuh!"

Telunjukku tidak henti menunjuk dirinya di ujung sana, semakin aku panas semakin besar pula ketawanya. Dia bahkan mengacungkan jari tengah dengan kurang ajarnya didepan banyak orang.

"Shit!"

Menyesal sekali dua tahun sekelas dengan raja setan itu. Aku frustrasi, nyaris gila dan hanya bisa menumpukan kepalaku diatas meja, setidaknya kalau tidur aku bisa melupakan kejadian tadi. Ya, kejadian dimana Yeonjun menyiram ku dengan air selang di taman dekat kantin.

*****

Jangan tanya apapun kepadaku pasal manusia berotak dangkal itu, ini sudah masuk tahun kedua tapi dia semakin jadi saja. Terlebih saat reputasi konyolnya itu mulai melejit, bagaimana bisa keberuntungan memasukkan bola ke dalam ring dikatakan top scorer? Itu kan karena tingginya, dan badannya yang sudah seperti Tumblewind itu, di senggol saja bisa jatuh sampai tersungkur.

"Kak, kasih surat ini dong ke kak Yeonjun!"

Aku malas sekali kalau sudah begini, junior ku dalam ekskul musik malah meminta tolong tanpa henti setiap harinya untuk memasukkan surat dan cokelat ke dalam loker Yeonjun.

"Kamu pikir saya tukang pos mu?"

Tanganku ku lipat didepan dada. Punggung ku bersandar di sisi pintu, dengan kaki salah satu tertekuk. Pagi-pagi sekali dia berangkat sekolah hanya untuk mengantarkan kertas pink norak ini? Padahal kalau dia lihat sendiri, Yeonjun itu tidak membaca, dia ambil cokelat nya lalu surat nya dia lempar ke tempat sampah.

"Kak, tolong dong! Kak Lea, plisss!"

Orang kalau sudah jatuh susah bangunnya, seperti manusia didepanku ini, katanya sayang sekali dengan Yeonjun, bahkan jatuh cinta. Persetan dengan cinta, ku yakin Yeonjun bolot itu aja gak tahu apa itu cinta.

"Last! Besok kamu aja yang taruh sendiri. Saya bosen ribut sama setan alas itu!"

Dia mengangguk, semangat sekali menyerahkan cokelat berpita merah itu kepadaku.

"Oke kak, makasih ya!"

Aku lihat jam di belakang kelas, udah mau jam setengah tujuh, kelas masih kosong dan pastinya orang itu belum datang, biasanya paling rajin sekali lima menit sebelum bel bunyi baru batang hidungnya kelihatan di koridor, dan belum tentu masuk juga kalau guru lagi gak ada.

Kubuka lokernya, niatnya emang masukin cokelat sama suratnya tapi waktu baru kebuka setengah udah ada beberapa yang jatuh dari dalam, segitu banyaknya?

"Oooh, kamu toh yang suka masukin surat pink kedalam lokerku?"

Kepalaku langsung noleh kearah suara, Yeonjun ada disana, sambil berkacak pinggang natap aku sinis dan kelihatan kesal

"Nggak, ngapain kasih surat ke situ!"

Kepalanya geleng-geleng, lihat cara dia narik senyumnya yang menjengkelkan itu. Tangannya tiba-tiba bertepuk dramatis.

"Lea, aku gak nyangka loh kamu salah satu fansku ternyata!"

Astaga, aku rasanya ingin melemparkan kursi ke kepalanya. Kalau sudah seperti ini akan susah menyembuhkannya dari penyakit gila itu.

"Ini nih, dari fansmu! Yang jelas bukan aku!" Aku ngelempar coklat dan suratnya langsung. Dia nahan biar gak jatuh karena bahunya sempat ku dorong.

Kakiku sudah menapak sampai ambang pintu, aku ngelihat dia yang lagi buka suratnya sambil senyum-senyum sendiri. Gak ada yang bisa kulakukan selain gelengin kepala, rasanya Yeonjun perlu sesekali berobat dan konsultasi untuk kesehatan mentalnya.

"Makasih loh!"

Ah pertanyaan yang sama setiap harinya, kapan dia akan normal?

"Sama-sama!"

*****

"Kak, kak Lea!" Kupingku pengang kalau terus begini, sejak satu menit lalu anak itu terus mengikuti langkahku, bahkan tak jarang meneriaki ku bak seorang pencuri.

Aku membalik badan, menatapnya penuh kesal, kesal sekali.

"Apa lagi?"

Dia mengatur nafasnya perlahan, memajukan lima jari didepanku saat tengah membungkuk memegangi lutut nya. Lebay kalau menurut ku, dia baru melewati dua blok koridor tapi sudah seperti maraton 10 km.

"Tunggu, kak!" katanya masih tersengal.

Aku memutar mataku jengah, melirik kearah jam tangan di pergelangan kiri ku. Sudah ada setengah menit dia membuang waktuku, dan itu sangat membosankan.

"Cepat atau saya pergi! Kamu bukan prioritas saya!"

Dia tersenyum, memasang wajah cerah setelah itu. Kerasukan apa mendadak sekali?

"Ini buat kakak!" Tangannya mengulur, dengan dua buah pena unicorn merah muda.

"Buat apa?" Alisku mungkin telah bertemu disana, perasaan ku mulai gak enak. Dia mau nyuruh aku ngasih Yeonjun keparat itu pena kuda poni ini?

"Buat kak Lea! Makasih udah bantu aku kasih kak Yeonjun suratnya!"

Ragu, tapi aku menerima dengan tanganku yang refleks maju. Mungkin sebagai bentuk menghargai dia, kasihan juga sudah berlari hanya mau memberikan dua pena saja.

"Thanks too, tapi ini terakhir. Saya sudah ketahuan ngobrak-abrik lokernya sampai dia jadi kege-eran sendiri!"

Mukanya langsung berubah, dia menunduk lesu.

"Jadi kak Yeonjun..."

"Saya bilang bukan dari saya!"

Aku tahu sekali kenapa dia jadi lesu, siapa juga yang tidak kecewa kalau usahanya malah tidak diterima dan tersampaikan dengan baik.

"Saya mau ke ruang musik. Jangan lupa kumpulin teman kamu waktu pulang sekolah! On time don't late!"

Udah cukup, aku gak mau terlalu banyak ngeladenin hal gak penting. Aku bukan Mak comblang yang harus memastikan sampai mereka bersatu dan saling mengungkapkan perasaannya.

"Sekali lagi makasih kak Lea!"

Yaampun, dia masih berteriak dibelakang sana.

.
.
.
.
.
.
TBC







Don't forget to Voment 🤗

How Feels? || Choi Yeonjun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang