43. Smoke (?)

36 7 1
                                    

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

Happy Reading 🤗

Harusnya aku dimaki karena pulang terlambat. Diberi label sebagai anak paling tidak tahu diri, sebab aku juga membolos les untuk yang pertama kalinya tanpa alasan. Kuyakin guruku sudah menghubungi ayah ataupun ibu, biasanya aku akan dicegat didepan pintu, dimintai keterangan kalau perlu diinterogasi dibawah lampu tunggal diruang keluarga.

Nihil

Aku gak nemuin presensi siapa pun. Gak ada yang menyambutku dengan ribuan pertanyaan 'kenapa?'. Rumahku gelap, semua lampu mati sebelum aku menekan saklar disudut ruangan.

Bukannya aku sebaiknya senang? Ini kebebasan ku untuk pertama kalinya saat ayah dan ibu ada didekatku. Aku berlari cepat, masih membawa tasku dipunggung. Kamar ayah dan ibu adalah tempat satu-satunya yang terpikir olehku.

"Ibu!"

Sial! Kosong.

Semua sudah kujejaki, tetap saja tidak kutemukan barang salah satu dari mereka. Aku lelah, menyandarkan diriku pada sisi pintu kamarku. Membiarkan tubuhku yang nyaris tidak bertenaga ini merosot jatuh.

"Salahku apa?"

Pedih. Bahkan memukul dadaku saja tidak cukup untuk membunuh sesak yang terus menggelayuti didalam sana. Membenturkan kepala belum cukup memecahkan pikiran negatif yang bersarang amat apik pada otakku.

"Aku ingin ayah! Aku ingin ibu!"

Pipiku basah, air mataku mengalir tanpa henti mengiringi isakan ku yang memenuhi ruang sunyi disini. Mau apa? Bahkan kalau aku meraung sekalipun ibu dan ayah tidak tahu, tidak melihat tidak merasa apa yang kurasakan.

Aku menekuk lututku, memeluknya erat. Menenggelamkan wajahku diantaranya. Bisakah jika aku memejam sesaat ibuku sudah didepanku? Memeluk hingga mendekapku dengan usapan lembutnya di punggung ku. Bilang kalau semuanya cuma mimpi, aku gak sendiri.

everything's gonna be okay

*****

"Lea bangun dong! Please, open your eyes Dear!"

Kurasakan sesuatu menampar pipiku, disampingku terdengar heboh sekali seseorang dengan Hoodie pink kebesarannya memanggil namaku.

"Lea, ini Sarah! Ayo buka matanya. Kasih tahu aku semua yang mengganjal dihatimu. Maaf kalau kemarin aku jadinya marah sama kamu, sumpah deh aku cuma gak bisa lihat kamu di gituin sama Yeonjun!"

Aku gak tahu harus gimana, setidaknya aku cukup merasa berterima kasih tuhan masih memberi Sarah didekatku. Dia menangis, menggenggam tanganku dengan sesekali memberi kecupan.

"Lea!"

Kubalas genggaman tangannya, mengusap perlahan untuk meredakan tangisnya.

"Jangan berlebihan. Aku kan masih disini, masih bergerak juga!" ucapku saat dia memelukku erat dengan sesegukan yang masih tersisa.

"Diem, tadi kan nggak. Malah tidurnya lama lagi, muka mu setenang air tadi. Sampai rasanya jantungku mau melompat saja dari tempatnya!"

Apa benar?

"Lea, ayo cerita kenapa kamu bisa pingsan kayak tadi? Om sama Tante kemana? Aku gak lihat mereka!"

Aku yakin akan cerita, tapi bukan sekarang. Rasa takutku besar sekali, gimana kalau dengan aku cerita ke Sarah betapa berantakan nya keluarga ku saat ini dia malah ngejauh? Apa yang bakal di harapin dari berteman dengan aku yang seorang pecundang kayak gini?

How Feels? || Choi Yeonjun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang