12

629 122 21
                                    

Happy reading
____________________________

"Kalau kau tidak mau ke dokter, aku tidak peduli keadaanmu lagi! Jangan salahkan aku jika lukamu itu semakin parah." Hardik dahyun dari panggilan telepon lalu memutuskan sepihak. Sangat kesal saat sana terus menolak untuk memeriksakan lukanya, bahkan terus menghindarinya.

Pemuda ini melemparkan ponselnya dengan kasar ke meja kantor yang ada di hadapannya.

"Aku tidak akan peduli padanya lagi, sekalipun dia terluka karenaku." Dahyun berdecak kesal.

"Ah mengapa dia harus menolongku," gerutunya sembari mengusap wajahnya kasar.

.

Malam telah larut, Berjuta bintang menghiasi keindahan langit malam.

"Culun! Kenapa dia belum pulang," gerutu dahyun saat mendapati sana belum juga pulang. Sudah tiga hari setelah dia mengatakan tidak peduli lagi pada sana. Tapi, ia masih saja tak tenang jika tak melihat keadaan sana. Bayangan luka itu bengkak dan membiru terus terniang di pikirannya.

Bohong jika dia tidak khawatir dengan keadaan gadis itu. Ya walau pun dia sudah mengatakan ribuan kali pada dirinya sendiri, jika tidak akan peduli lagi, namun masih saja memikirkan keadaan si culun. Bagaimana pun gadis itu terluka karena melindunginya.

Malam semakin larut, dahyun masih menunggu sana sungguh matanya enggan terpejam jika belum melihat gadis berkacamata itu.

"Ke mana dia? Ini sudah larut," manik mata dahyun menatap jam dinding telah pukul 12 malam.

Jenuh menunggu di kamar dahyun kemudian melangkah keluar.

Alis dahyun berkerut dalam saat manik matanya menangkap sesosok tubuh berbaring meringkuk di sofa ruangan depan kamar. Ia pun melangkah menghampiri.

"Culun kau sudah pulang!" kata dahyun dengan tangan bersedekap di dada.

Tak ada balas dari sana

"Hei kenapa kau malah tidur di sini! Kenapa kau tidak masuk," cecarnya.

"Kamar kakak terlalu dingin," sahut sana. Suhu ruang kamar dahyun memang sangat dingin karena pemuda itu sengaja mengerjainya agar sana tidak betah.

"Dingin." Dahyun menatap sana sedang meringkuk kedinginan.

Pemuda ini pun jongkok, menaruh punggung tangannya kening sana dengan lembut

"Kau demam ya!" ucap dahyun panik saat merasakan rasa hangat menjalar ke punggung tangannya.

Dia demam ini pasti karena luka di bahu belakangnya pikir dahyun

"Jangan bawa aku ke dokter!" rintih sana dengan mata yang tertutup.

Dahyun mendesis, tak habis pikir mengapa gadis ini begitu takut pada dokter.

"Dasar bodoh, kau bahkan sudah tak berdaya masih saja takut ke dokter," decak dahyun

Menarik napas panjang, tangan dahyun lalu terulur menggendong sana masuk ke dalam kamar.

Dahyun menggendong sana menuju ranjang, setelahnya membaringkan tubuh mungil itu di tempat tidur miliknya, bukan di sofa lagi, tempat yang biasa sana tiduri.

"Dingin," rintih sana semakin menggigil.

"Lukanya pasti, bertambah parah," gumam dahyun lalu duduk di pinggir tempat tidur. Tangan kanannya lalu terulur membuka kancing baju kemeja sana, hendak melihat luka itu.

Dahyun menelan salivanya kelat saat telah membuka beberapa kancing baju sana, pandangannya teralih kan pada belahan dada yang terbungkus oleh bra.

Tubuh yang terbiasa terbalut kemeja panjang itu, terlihat putih, bersih dan mulus, membuat pikiran liar dahyun sebagai laki-laki sejenak berkelebat di kepala.

[END] The Presdir Favorite geeky Woman  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang