"Malam ini Park Jihoon dan keluarganya akan berkunjung. Jadi sekalian saja kita makan malam bersama. Kau sudah lama tidak bertemu Sooyoung, kan?"
Seokjin menghela nafasnya. Ia sudah tahu, akan kemana tujuan sebenarnya makan malam nanti.
"Aku bisa bertemu Sooyoung lain waktu, Bu. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan."
"Masih bisa besok, kan? Pokoknya nanti kau harus pulang, Jin."
"Hmmm..."
Seokjin meletakkan ponselnya ke meja, saat panggilan sudah terputus. Seokjin merapikan mejanya, memilih beberapa dokumen yang akan ia baca saat di rumah.
Seokjin kini sudah menjadi pria dewasa yang sukses. Ia memiliki sebuah hotel yang cukup mewah. Bahkan sekarang, ia berencana membangun hotel lagi, namun masih mencari lokasi yang strategis agar usahanya berkembang dengan baik.
Pukul lima sore, Seokjin segera bersiap untuk pulang ke rumah orang tuanya. Biasanya, Seokjin selalu pulang ke rumahnya sendiri.
.
.
"Waahh ini dia rupanya, pengusaha sukses yang melebihi ayahnya."
Seokjin yang baru saja masuk ke rumah, langsung di sambut pujian oleh Park Jihoon, ayah Sooyoung.
"Anda bisa saja, tuan Park. Jika seorang anak sukses, itu karena orang tuanya sangat hebat. Iya, kan ayah?" sahut Seokjin dengan hangat.
Ayah Seokjin mengacungkan kedua jempolnya dengan bangga, lalu mereka tertawa bersama.
"Hai, Jin. Bagaimana kabarmu?" Sooyoung yang sedari tadi tersenyum, akhirnya buka suara. Pria pujaan hatinya sekarang semakin tampan.
"Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja, walau pun agak sibuk," sahut Seokjin. "Kau sendiri bagaimana?"
"Aku juga baik," sahut Sooyoung senang. Seokjin tak pernah berubah. Pria itu selalu bersikap ramah pada siapa pun.
"Bagaimana usaha paman di Taiwan?" tanya Seokjin yang membuka obrolan tentang pekerjaan pada Park Jihoon.
"Ya, disana cukup berkembang dengan baik, walau pun tidak setinggi di Seoul," Park Jihoon menceritakan usahanya yang sama dengan Seokjin. Park Jihoon membangun hotel megah di Taiwan.
Saat pertengahan kuliah Sooyoung, Park Jihoon membawa keluarganya pindah ke Taiwan, karena ia ingin fokus mengembangkan hotelnya.
"Ooo... jadi sekarang paman akan membangun hotel di sini lagi?"
"Kalau itu, belum aku pikirkan. Butuh perencanaan yang matang, Jin."
"Benar, paman."
"Oh, ya Jin. Usahamu sudah sukses, kau tidak ingin menikah?"
Seokjin tersenyum. Ia sudah menduga akan ada pertanyaan seperti ini. Bukannya dia tidak memikirkan tentang pernikahan, tapi ia belum menemukan seseorang yang cocok di hatinya. Lagi pula setiap ia terpikir untuk mencari kekasih, ada satu nama yang mengganggu pikirannya hingga saat ini.
"Ah itu... aku belum menemukan yang pas," sahut Seokjin dengan senyum simpulnya.
"Bukannya tak menemukan yang pas, tapi memang kau tak berniat mencari," sambar Ibu Seokjin, mencibir jawaban anaknya.
"Aish Ibu..., sungguh aku belum menemukan yang pas," sahut Seokjin dengan wajah memelas.
"Memangnya kau ingin yang seperti apa?" Sooyoung melontarkan pertanyaan. Ia penasaran, wanita seperti apa yang Seokjin inginkan.
"Heumm... tidak harus yang seperti apa-apa, aku akan menyukai bila memang merasa cocok," sahut Seokjin dengan wajah sambil berpikir. Selama ini ia memang tak memikirkan tipe idealnya untuk wanita, selagi ia merasa nyaman dengan wanita itu.
"Kenapa tidak coba dengan Sooyoung, saja? Kalian kan sudah kenal lama, dan kita bahkan bertentangan," Ibu Seokjin memberikan usul, yang mendapat anggukan setuju dari Ibu Sooyoung dan Ayahnya.
"Hmm... bagaimana ya? Aku bahkan tak terpikir hal itu," Seokjin terkekeh kecil. Ia merasa tak enak jika langsung menolak. Selama ini, ia sama sekali tak memiliki perasaan apa pun untuk Sooyoung. Baginya, Sooyoung itu sudah seperti saudara atau adik baginya.
"Tidak ada salahnya untuk mencoba dekat. Lagi pula, mulai sekarang Sooyoung akan kembali menjadi tetangga kita," sahut Tuan Kim.
"Jadi paman Jihoon akan kembali tinggal di Seoul?"
" Hanya aku saja. Aku ingin mencoba usaha di bidang kosmetik," sahut Sooyoung, menjelaskan.
"Ya, usaha yang cukup bagus. Kosmetik sangat banyak digilai saat ini," Seokjin menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan jempolnya.
"Jadi bagaiamana, Seokjin? Kau mau kan menjalin hubungan lebih dekat lagi dengan Sooyoung?" Ibu Seokjin kembali mengembalikan obrolan yang sebelumnya ia bahas.
Seokjin terdiam sambil berpikir. Ia merasa tak enak untuk menolak secara terang-terangan. Ini bukan kali pertama mereka membahas hal yang berbau perjodohan seperti ini. Dulu, saat Seokjin masih duduk di bangku SMA, Ibunya juga menyuruhnya berpacaran dengan Sooyoung. Bahkan, menyarankan agar bertunangan setelah lulus SMA jika Seokjin bersedia. Namun, tentu saja hal itu Seokjin tolak. Saat itu, ia sudah memiliki wanita yang ia cintai, yaitu Sojung.
"Tidak perlu dijawab langsung, mungkin Seokjin masih perlu waktu. Kami bisa saling dekat dulu untuk merasakan kecocokan. Iya kan, Jin?" Sooyoung menatap Seokjin sambil tersenyum.
Sooyoung tersenyum. Ia harap, Seokjin mau membuka hatinya dengan perlahan. Ia akan sabar menunggunya. Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar, dan ia masih memiliki perasaan untuk Seokjin.
💜💜💜💜
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.