💜💜💜💜
Seokjin menatap bimbang pada ponselnya. Tiga hari sudah, ia mengurangi intensitasnya menelepon atau mengirim pesan pada Sojung. Di satu sisi, ia sangat rindu pada wanita itu. Di sisi lain, ia merasa kecewa. Ia kecewa, karena hampir setahun, ia masih belum mendapatkan tanda-tanda Sojung akan membalas perasaannya. Padahal, ia sudah melakukan apa pun demi menarik perhatian Sojung. Bahkan, Sojung sangat jarang memulai komunikasi, kecuali ada keperluan butiknya.
Sejak pulang dari Jepang, setelah menjadi model pakaian Sojung, Seokjin kembali ke Seoul. Saat sampai di rumah, ia kembali mendapat pertanyaan dari Ayah dan Ibu, tentang perkembangan hubungannya dengan Sojung.
.
.
"Kau pergi ke Jeju, kembali ke Seoul, lalu ke Jepang, melakukan apa pun untuk Sojung, apa dia menerima perasaanmu? Kau terlihat bodoh, Jin."
Ibu Seokjin terlihat gusar, melihat kelakuan putranya yang begitu mendambakan Sojung, namun mengabaikan hal yang ia dapatkan. Seokjin sama sekali tidak mendapatkan apa pun dari Sojung, termasuk perasaan.
"Bu... aku tidak masalah melakukannya. Aku sama sekali tidak keberatan," jelas Seokjin.
"Lalu, mau sampai kapan? Ibu tidak melarangmu jatuh cinta pada siapa pun, tapi ibu tidak suka kau melakukan hal yang sia-sia," Ibu Seokjin menekan setiap kata, agar Seokjin mengerti ucapannya.
"Bu, Sojung masih-" ucapan Seokjin terputus.
"Sojung masih belum siap? Itu artinya, Sojung belum ada keinginan untuk memiliki hubungan dengan siapa pun, termasuk dirimu, Jin. Cobalah berpikir dengan logis. Sudah sejauh mana pengorbananmu? Lalu, apa yang sudah Sojung tunjukkan tentang perasaannya? jika memang dia tertarik padamu," Ibu Seokjin terlihat geram pada Putranya.
.
.
Seokjin mendesah kasar, mengingat ucapan ibunya tadi siang. Ia tak tahu harus melakukan apa. Setelah dipikirkan dengan baik, ucapan ibunya memang tidak salah, tapi hatinya tidak siap untuk berhenti. Namun, dirinya sendiri tak tahu, sampai kapan ia terus begini.
Seokjin melempar ponselnya ke kasur, lalu merebahkan tubuhnya menyusul ponsel yang tergeletak lebih dulu. Ia urungkan kembali niatnya untuk menghubungi Sojung. Ia ingin tahu, apakah Sojung akan menghubunginya selama ia tak memberi kabar?
***
Di sisi lain, Sojung pun menatap ponselnya dengan bimbang. Beberapa kali ia mengetikkan pesan untuk Seokjin, namun belum sempat di kirim, ia buru-buru menghapusnya. Sejak kembali dari Jepang, Seokjin memang tak seseorang dulu menghubunginya. Sojung tentu saja memakluminya, karena Seokjin pasti sibuk dengan pekerjaannya. Tapi, mengingat cerita nyonya Park, Sojung merasa takut jika Seokjin akan berpaling.
Haruskah ia menghubungi Seokjin, dan menanyakan hal tersebut? Sojung menghembuskan nafasnya. Menatap Wonyoung yang terlelap tidur, membuatnya ikut berbaring sambil mengusap perlahan rambut gadis kecilnya agar tidak terbangun. Fokusnya kini beralih pada Wonyoung. Mengapa ia begitu takut Seokjin menjauh? Padahal ia masih memiliki sumber kehidupannya. Sejauh ini, ia tidak apa-apa tanpa sosok pria. Tapi bagi Sojung, Seokjin sangat berbeda.
"Mama harus bagaimana, sayang?" gumam Sojung.
Sojung mencoba tenang. Jika memang Seokjin sungguh mencintainya, pria itu pasti akan datang kembali, bukan?
***
Seokjin tentu saja kembali. Kini pria itu menghabiskan makan siangnya di butik Sojung. Seokjin baru saja tiba di Jeju. Beberapa hari kedepan, ia akan berada di Jeju, untuk mengurus pembangunan hotel baru miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KSJ
Teen FictionDua KSJ yang tak pernah akur, padahal sebelumnya pernah saling mencintai.