12

393 69 35
                                    

💜💜💜💜

"Jin, paman titip Sooyoung, ya? Aku cukup lega karena Sooyoung di sini dengan orang yang sudah tak asing bagiku," Park Jihoon dan istrinya berpamitan. Setelah beberapa hari di Seoul, ia akan kembali ke Taiwan, tanpa putrinya. Seokjin mengantarkan keluarga itu ke Bandara.

"Baik, paman. Hati-hati di jalan," Seokjin melambaikan tangannya, ketika Ayah dan Ibu Sooyoung menjauh.

"Bye, Ayah... Ibu...," Sooyoung melambaikan tangannya.

Setelah Ayah dan Ibunya benar-benar masuk ke Bandara, barulah Seokjin dan Sooyoung pergi.

"Setelah ini, kau kemana?" tanya Sooyoung, sambil memainkan ponselnya.

"Aku? Tentu saja ke kantorku. Tapi tenang saja, aku akan mengantarkanmu ke rumah," sahut Seokjin disertai senyumnya.

"Boleh aku ikut ke kantormu?"

"Untuk apa?" Seokjin mengernyitkan keningnya.

"Ingin lihat-lihat saja. Lagi pula, pasti akan bosan jika di rumah, tanpa kegiatan," Sooyoung menggembungkan pipinya.

Seokjin terkekeh melihat Sooyoung, "akan lebih membosankan lagi, jika kau di kantorku. Hari ini aku ada rapat, dan meeting dengan beberapa klien, jadi aku tak bisa menemanimu."

"Tidak masalah. Aku tidak akan mengganggu. Tapi, bolehkah aku menghabiskan waktu di kantormu? Jika aku bosan, aku akan pulang sendiri," Sooyoung memasang wajah memelas, agar Seokjin mau mengizinkannya.

"Sungguh tidak apa-apa?" Seokjin malah terlihat tak enak karena meninggalkan sahabatnya begitu saja di kantor.

"Hmm..." Sooyoung mengangguk cepat, sambil tersenyum.

"Baiklah, kau boleh ikut nanti, saat aku bertemu klien di luar sekalian makan siang," ucap Seokjin, yang tentu saja membuat Sooyoung senang.

.

.

Sooyoung berdecak kesal, karena saat sampai di kantor, Seokjin benar-benar langsung pergi ke ruang rapat. Ia pikir masih sempat mengobrol dulu dengan Seokjin. Akhirnya Sooyoung hanya berkeliling mengamati ruangan Seokjin, memandang kota Seoul dari jendela, lalu berbaring di sofa.

"Tidak apa-apa, Sooyoung. Demi mendapatkan hati Seokjin, kau harus bertahan. Aku hanya perlu mendekatkan diri lagi dengannya, agar dia mau memandangku sebagai wanita, bukan tetangga sekaligus teman kecilnya," monolog Sooyoung, sambil tersenyum.

Sudah melewati dua jam, Seokjin masih belum juga kembali. Ia sudah benar-benar merasa bosan. Sooyoung berjalan-jalan di dalam ruangan Seokjin, lalu duduk di kursi kerja milik Seokjin.

Sooyoung tersenyum, membayangkan dirinya akan menjadi istri Seokjin. Saat menjadi istri nanti, Sooyoung ingin sering berkunjung ke kantor, dan menunggunya untuk makan siang, atau membawakan makan siang untuk mereka bersama. Sooyoung terkekeh, merasa lucu dengan apa yang ia pikirkan, tapi tentu saja itu juga merupakan sebuah harapannya.

Sooyoung mengamati meja kerja Seokjin. Meja ini terlalu kaku, karena tidak ada pajangan, atau foto Seokjin yang menghiasinya. Jika hubungannya dengan Seokjin semakin serius, ia akan meletakkan foto mereka berdua di meja ini. Terlalu banyak khayalan yang Sooyoung buat, namun hal itu membuatnya semakin semangat.

Sooyoung membuka laci dari meja kerja Seokjin, di sana terdapat beberapa dokumen, yang sepertinya penting. Sooyoung kembali menutup laci itu, lalu membuka kembali laci lainnya. Sooyoung menemukan sebuah frame foto yang terbalik. Sooyoung mengambilnya, karena penasaran dengan foto Seokjin. Namun, bukan foto Seokjin yang ia lihat, melainkan seorang perempuan yang sedang memegang kue ulang tahun.

KSJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang