"Aku masih sibuk, Bu. Proyek pembangunan hotel baru saja berjalan," sahut Seokjin, wajahnya terlihat kesal. Ibunya kini mendesaknya untuk mengenalkan sosok wanita yang Seokjin cintai, sedangkan ia masih belum berhasil menaklukkan Sojung.
"Ini hanya akal-akalanmu saja kan, supaya tidak dijodohkan dengan Sooyoung. Padahal apa kurangnya Sooyoung?" Ibu Seokjin masih terus memojokkan Seokjin.
"Aku tidak mencintainya."
"Ck! Kau ini! Pokoknya Ibu tidak mau tahu, cepat kenalkan pada Ibu, atau Ibu dan ayah akan melangsungkan pertunanganmu dengan Sooyoung saat orang tua Sooyoung datang," ancam ibunya, yang terdengar tidak main-main. Sebagai orang tua, tentu saja mereka ingin melihat putra semata wayangnya segera menikah, karena umurnya sudah semakin tua.
"Ya... aku akan cari waktu yang tepat. Aku kembali bekerja dulu ya, bu. Dah..," Seokjin segera memutuskan sambungan telepon dengan sang Ibu.
Mendengar ancaman ibunya, membuat Seokjin semakin frustrasi. Bagaimana bisa ia mengajak Sojung menjalin sebuah hubungan, disaat wanita itu enggan dan trauma dengan masa lalu.
Seokjin kembali menatap layar ponselnya. Menekan layar ponsel, lalu meletakkan benda pipih persegi itu ke telinganya.
"Boleh aku ke butikmu?" senyum Seokjin terkembang saat mendengar suara wanita yang sangat ia cintai.
"Memangnya tidak bosan ke sini terus?" omel Sojung.
"Tentu saja tidak. Justru karena aku sedang bosan, makanya aku ingin ke sana," sahut Seokjin sambil tersenyum, membayangkan wajah kesal Sojung.
"Memangnya kau tidak kerja?" lagi-lagi terdengar ucapan Sojung yang terdengar ketus.
"Aku tidak perlu datang setiap hari pada saat pembangunan hotel. Aku hanya perlu memantau sesekali," sahut Seokjin, mendudukkan tubuhnya dari posisi berbaring.
"Aku sibuk, tidak ada waktu untuk menemani waktu bosanmu."
"Aku mau pesan baju juga," ucap Seokjin cepat.
"Aku tidak melayani satu pembelian," sahut Sojung santai.
"Aku beli tiga!"
"Seokjin, aku tahu uangmu banyak, tapi kau tidak harus membuang-buang uang seperti itu. Aku yakin bajumu sangat banyak."
"Yak! Bajuku memang tidak banyak di sini. Aku tidak membawa banyak baju ke Jeju," ucap Seokjin jujur. Ia memang tidak banyak membawa barang-barangnya selama ke Jeju. Sudah dua minggu Seokjin tinggal di Jeju, dengan menyewa sebuah apartemen.
"Terserah kau saja!"
Bip!
Sojung memutuskan sambungan telepon begitu saja. Bukannya kecewa, Seokjin justru terlihat senang. Itu artinya Sojung mengizinkannya ke sana.
Setelah berganti baju, Seokjin segera meluncur ke butik Sojung.
Saat Seokjin tiba, butik Sojung terlihat ramai. Sojung kini sudah mempekerjakan dua karyawan untuk butiknya, yaitu Umji dan Sinb.
"Mau beli baju, tuan Kim?" Umji menyapa Seokjin yang baru masuk.
"Mana Sojung?" Seokjin tak menjawab pertanyaan Umji, melainkan bertanya yang lain.
"Ada di atas. Tadi Eonni bilang, kalau tuan Kim mau membeli baju," Umji menunjuk lantai atas, tempat tinggal Sojung.
Seokjin mencebikkan bibirnya. Kenapa Sojung menghindarinya?
"Wonny mengantuk, jadi Sojung Eonni menidurkannya dulu. Nanti juga turun," ucap Umji yang mengerti dengan raut wajah Seokjin.
"Baiklah, terima kasih Umji," Seokjin mengacungkan jempolnya, lalu berjalan menuju sofa, tempat Sojung biasa menerima tamu, atau sekadar bersantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
KSJ
Teen FictionDua KSJ yang tak pernah akur, padahal sebelumnya pernah saling mencintai.