Saat ini mereka terjebak di salah satu warung bakso tadinya mereka sudah dalam perjalanan pulang meskipun hujan sudah reda menyisakan tetesan gerimis ia tetap bersih keras untuk pulang peduli setan mereka akan basah toh sedari awal emang sudah basah, siapa sangka tiga kilometer lagi menuju rumah hujan luar biasa lebat jatuh dari langit, untuk menghindari yang namanya kejadian buruk jadi ia menepikan motornya di salah satu warung kecil yang di mana warung tersebut di huni beberapa bapak-bapak yang sedang menikmati teh, cuaca dingin seperti ini memang enak menikmati teh sembari melamunkan masa depan cerah yang entah menjadi kenyataan atau hanya angan-angan semata.
Zico menyesal tak membawa mobil, hanya karena khawatir mobilnya di acak-acak anak perempuan yang sekarang tampak menggigil memeluk lengannya sendiri sembari memandang kosong tetesan air yang jatuh di hadapan mereka ia tak jadi membawa mobilnya dan berakhir menaiki motor yang tak pernah lagi ia pakai, mungkin ini karma untuknya karena sudah berpikiran terlalu negatif tentang anak itu sialannya karma yang seharusnya menimpanya turut juga menimpa gadis itu, sisi manusiawi dalam tubuhnya sedikit tersentil tak kala melihat anak itu terus-menerus mengusap lengannya.
Getaran di kantong celananya membuat ia berpaling dari anak perempuan tersebut, tangannya segera menguras kantong celananya dan mengambil ponsel, panggilan dari bunda.
"Kalian udah makan?" tanya bunda setelah ia membalas sapaan wanita kesayangannya itu.
"Udah, bun."
"Gak bohong kan?"
"Nggaklah bun. Ada-ada aja." tukas Zico agak tersinggung bunda berbicara begitu, uangnya sudah ludes dua ratus ribu untuk makanan gadis ini, malah di kira bohong.
"Syukurlah. Bunda titip dia malam ini, ya. Jangan di marain anaknya kasihan, Zic."
"Hm. Aku usahain kalo dianya gak nyusahin, bunda tau sendiri anak penyandang disabilitas itu gimana." ujarnya sembari melirik gadis itu.
"Itu mulut sembarangan kalo ngomong! Dia beda dari anak yang kamu maksud, bunda sering ngawasin dia meskipun gak bisa ngomong dia gak nyusahin, dia gak berani nyentuh barang di rumah, dia ngga bertingkah aneh memukuli dirinya sendiri, bagi bunda dia engga kayak yang ada dalam pikiran kamu, jadi kalo kamu bilang dia bertingkah kurang ajar, maaf Zic, bunda gak percaya." ujar bunda panjang lebar.
"Terserah deh, gak ngurus."
"Kamu nih ya! Di bilangin orangtua gak sopan! Inget umur pak dosen."
"Males ngebahas dia, bun."
"Yauda deh, daripada kamu makin kesel bunda tutup."
Zico memasukan kembali ponselnya ke kantong celana, ia tak sengaja melirik anak perempuan yang sedang mengamati beberapa bapak-bapak yang meniup-niup kuah bakso yang hendak ia makan, ia bisa merasakan sebentar lagi mungkin air liur gadis itu bisa membanjiri mereka semua.
"Mbak baksonya dua porsi." pesannya pada anak penjaga warung, "minumnya apa, mas?"
"Minumnya teh anget dua."
"Baik, mas."
"Kamu," Zico memanggil gadis yang masih melirik lapar bapak-bapak tadi, "mau makan bakso kan?" tanyanya saat gadis itu menoleh ke arahnya, "sini duduk, udah saya pesan."
Ia tak yakin gadis itu mengerti apa yang ia ucapkan namun anak perempuan itu menuruti ucapannya ia segera duduk di kursi plastik tepat di hadapannya meja sebagai pembatas di antara mereka berdua.
Dua mangkuk bakso terhidang di hadapan mereka, asap masih mengepul dari dalam mangkuk.
"Tunggu, sabar! Asal main comot aja." Zico menarik mangkuk bakso yang baksonya hendak di suapkan ke mulut gadis itu, "di kasih saos dulu, mau pakai cabe juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen & Gadis Idiot
RomanceMenumpang hidup di rumah orang asing membuat gadis penyandang disabilitas yang di buang ibunya merasa semua orang memiliki jiwa dan hati yang tulus karena di perlakukan layaknya manusia oleh Dian, wanita yang membawanya masuk ke dalam hunian wanita...