bab 21

32.7K 3.1K 334
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Divia menyusun alat-alat makeup yang baru saja ia beli dari hasil lacuran di atas meja rias, sesekali matanya akan menoleh ke arah anak perempuan yang terlihat sibuk mencubit kedua betis dan menarik-narik rambutnya yang sudah hampir mengenai punggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Divia menyusun alat-alat makeup yang baru saja ia beli dari hasil lacuran di atas meja rias, sesekali matanya akan menoleh ke arah anak perempuan yang terlihat sibuk mencubit kedua betis dan menarik-narik rambutnya yang sudah hampir mengenai punggung.

Ia harus memangkas rambut anak berusia sekitar tujuh tahun itu lagi dengan tangannya sendiri tak peduli mau dia nangis atau menjerit, peduli setan!

Divia melempar asal tasnya ke arah dinding, ia menjerit-jerit keras di ruang tamu, hari ini ia di lecehkan oleh pria brengsek yang menggunakan jasanya, wanita itu memukul-mukul bagian dadanya, ia juga menarik-narik rambutnya seperti orang tak waras.

Divia sudah tak kuat, ia tak sanggup lagi menjalani kehidupan pahit sialan ini, ia ingin mati saja rasanya!

Anak kecil yang berusia tujuh tahun itu hanya bisa memandangi apa yang Divia lakukan, ia ikutan menangis seakan merasakan apa yang wanita itu kini rasakan, ia juga akan memukul-mukul kepalanya meniru ibunya.

Divia tak menyadarinya, anak perempuan itu meniru apa yang ia lakukan setiap pulang dari tempat kerjanya.

Divia mencari-cari artikel tentang anak yang mengalami keanehan dengan kebiasaan memukuli dirinya sendiri dari google, Divia terkejut bukan main, anak ini,

Divia semakin menyesal tak mengaborsinya sedari dulu.

"Jaga rumah, kamu makan tunggu saya pulang." Divia bersiap-siap untuk berangkat kerja, padahal jarum jam di dinding rumah sudah menunjukkan pukul sepuluh di mana seharusnya orang-orang sudah masuk ke alam mimpi ia malah harus sibuk menjual selangkangan hanya demi sesuap nasi untuk mereka berdua bertahan hidup.

Zifa mengekori langkah Divia sampai ke pintu utama, ia menggerakkan telapak tangannya asal-asalan, "tolong bawakan makanan yang banyak." Divia yang tak mengerti membanting keras pintu di depan anak kecil itu.

Dosen & Gadis IdiotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang