bab 50

35.3K 3.1K 1.1K
                                    

Untuk pertama kalinya saat ia bertemu Zico yang langsung terlintas di benak Zifa 'pria itu sama seperti ibunya' gemar melukai orang yang merusak barang milik mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Untuk pertama kalinya saat ia bertemu Zico yang langsung terlintas di benak Zifa 'pria itu sama seperti ibunya' gemar melukai orang yang merusak barang milik mereka.

Zifa masih ingat bagaimana raut murka Zico saat mulut itu mengusirnya untuk segera angkat kaki dari rumah bunda, pinggulnya juga harus menerima tendangan dari pria itu karena bersikeras bersembunyi di kolong meja.

Tak terasa waktu singkat yang ia habiskan di rumah bunda membuatnya kini menyukai pria itu. Ia tak tahu kapan pertama kalinya ia tertarik pada Zico. Entah sejak lututnya di obati oleh pria itu, atau sejak pria itu membuatkannya susu coklat panas?

Ia tak pernah tahu sejak kapan munculnya berbagai perasaan ini, yang ia tahu perasaannya tak akan pernah berakhir. Ia menyukai Zico, kebaikan dan perhatian yang lelaki itu berikan membuatnya merasakan yang namanya cinta.

"Zifa,"

Ia tak mau manusia lain selain Zico, ia menginginkan pria itu, apa Zico juga merasakan hal yang sama sepertinya?

"Zifa, hello?" Zico menggerakkan telapak tangannya di depan wajah gadis yang melamun di depannya, raut wajah gadis itu kadang berubah-ubah, beberapa detik yang lalu wajah itu tampak murung beberapa detiknya lagi raut itu berubah ceria dan kini kembali suram layaknya langit yang akan di timpa derasnya hujan.

Zifa tertegun beberapa saat, sudut matanya yang sudah terasa hangat akhirnya meneteskan air sungai, bola mata basah itu memandang nanar wajah pria yang sedang memenuhi benaknya.

"Hei, kamu kenapa? Kok tiba-tiba nangis?" tegur Zico seraya menarik pundak anak perempuan itu untuk datang kedalam dekapannya. Bukannya menyahuti pertanyaannya gadis itu malah mencengkram erat kaos di kedua sisi pinggang Zico.

"Kamu nangis karna saya minta besok ngomong di depan banyak orang?" gelengan kepala anak perempuan itu membuat Zico menghembuskan nafas lega, "terus kamu nangis karna apa?"

Zifa menjauh dari badan pria itu, matanya memandang sosok tampan di depannya, ia juga tak mengerti mengapa dirinya harus menangis di saat Zico memintanya berbicara besok di atas altar mengucapkan janji suci di pernikahan mereka, sekalipun ia memang belum siap harus berbicara kembali namun bukan itu alasan air mata ini menetes.

"Kamu ngga mau nikah sama saya?" gadis itu menggeleng cepat, "kamu emang ngga mau nikah sama saya." Zico yang tadinya duduk kini merebahkan tubuh di atas ranjang miliknya, memunggungi gadis itu.

Keduanya memang sedang berada di dalam kamar pria itu, satu rumah tahu itu. Bunda tak marah atau cerewet seperti biasa karena ia punya alasan membawa gadis itu kemari yang jelas bukan untuk mencetak bayi.

Zifa yang panik segera melangkahi tubuh besar Zico, membuat pria itu melotot garang dan segera kembali ke posisi awal, "hei, gila kamu melangkahi calon suami!" bentaknya masih juga melotot tajam.

Zifa malah tambah panik, ia tak sengaja. Pria itu tidur memunggunginya sehingga tanpa sadar kedua kakinya melangkahi wajah Zico.

"Aku minta maaf, kamu jangan marah lagi. Aku mau menikah dengan kamu."

Dosen & Gadis IdiotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang