bab 30

35.7K 3.5K 273
                                    

kemarahan seseorang adalah hal yang paling menakutkan bagiku, yang membuat aku menyadari sesuatu mereka benci akan hadirnya aku

🐰🐰🐰

"Kamu benar, dia membuang putrinya sendiri. Dia bukan menitipkanku kepada ibumu, aku tidak punya siapa-siapa lagi sekarang. Selama ini aku hanya hidup berdua bersamanya, meskipun tidak pernah kenyang aku bahagia, aku tidak pernah marah saat ia melukaiku, aku tidak pernah marah jika ia lupa membawakan aku makanan."

"Ibu guru pernah tanyakan, dimana ibuku? Aku tidak memberitahu ibu guru karena aku memang tidak tahu, andai aku tahu mungkin aku sudah mendatanginya dan mengenalkannya pada ibu guru, sekarang ibu guru sudah tidak ada."

"Aku tidak tahu harus bagaimana lagi." Zico hanya bungkam sampai anak perempuan itu keluar dari dalam mobil bibirnya masih setia terkatup rapat tidak tahu harus mengatakan apa, 'jadi selama ini kamu pura-pura bodoh?' tak mungkin ia menghardik gadis itu dengan pertanyaan yang bercokol di kepalanya, bisa-bisa gadis itu salah mengartikan pertanyaannya.

"Tunggu, bentar saya mau tanya satu hal," ia menahan langkah Zifa yang hendak menjauh dari mobilnya, "kamu emang beneran bisu?" Zico meringis kecil, semoga gadis itu tak salah mengartikan pertanyaan yang barusan ia lontarkan, "kamu emang bisu dari lahir?"

"Bisu?"

"Gak bisa berbicara. Saya cuma tanya, tolong jangan nangis, gak kuat saya liat perempuan nangis." gadis itu tersenyum simpul, "kamu tidak suka melihat perempuan menangis?" Zico mengangguk asal bukan itu yang ingin ia dengar saat ini tapi jawaban dari pertanyaannya tadi.

"Aku baru saja menangis, seharusnya kamu mengatakannya agar aku tidak menangis di depan kamu, aku hanya-"

"Gak suka melakukan apa yang gak saya sukai? Bener?" tanya Zico tepat sasaran, gadis itu mengangguk malu-malu, pipinya sampai merona merah, "selama bersamamu aku hanya ingin melakukan apa yang kamu sukai."

"Oh ya? Kalo gitu kamu harus inget saya gak suka liat kamu nangis, jadi jangan menangis lagi, saya gak suka." kepala gadis itu mengangguk-angguk antusias, bibirnya tersenyum manis membuat hati Zico menghangat, "sekalipun dunia menyakitkan jangan menangis lagi, saya hampir gak kenal sama kamu gara-gara nangis, jelek banget." ia membuka pintu mobil, keluar dari dalam mobilnya, "bantu saya bawa ini." menyodorkan sekantong plastik belanjaan berisi buah-buahan pada gadis itu.

"Di dalemnya ada banyak buah buat kamu."

"Aduh! Sakit bun!" lamunan Zico buyar seketika saat bunda menekan kuat kain hangat yang di tempel di keningnya, ia demam sejak pulang dari mall tadi.

"Udah di bilangin jangan keseringan begadang. Ini akibatnya kalo susah di bilangin, giliran sakit nyusahin orangtua."

"Aku gak apa-apa bun, sumpah! Cuma panas biasa, besok paling udah sembuh."

"Halah bacot! Besok paling udah sembuh, gak inget ya, kakak kalo udah sakit malas gerak susah makan, muntah-muntah tiap menit kayak bumil."

"Besok ambil cuti dulu, ya. Bunda mohon sama kamu, terus kita ke rumah sakit buat periksa."

"Bunda, beneran aku gak apa-apa. Bentar lagi juga bakalan baikan, percaya sama aku. Oke? Aku nggak apa-apa." ucap Zico menyakinkan bunda, telapak tangan besar itu mengusap-usap punggung tangan bunda yang sedang mengompresnya, "cuma mual dikit."

Dosen & Gadis IdiotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang