bab 49

28K 2.9K 462
                                    

ngga tau kenapa aku kayak udah kehilangan mood buat lanjutin cerita ini, ibaratnya tuh kayak udah kehabisan ide banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ngga tau kenapa aku kayak udah kehilangan mood buat lanjutin cerita ini, ibaratnya tuh kayak udah kehabisan ide banget. kesibukan di dunia nyata mungkin faktor utamanya kali, ya.

boleh minta waktunya bentar ngga? coba kalian balik bentar ke bab 44-48 kok aku rada kurang sreg gitu sama bab yang aku sebut(biar aku tarik dulu kalo emang kalian juga ngerasa kurang sreg). jujur banget aku udah kehilangan mood buat nulis.

kalian maunya si divia di apain? di matiin aja kali, ya? si haru juga ntar nyusul mak tiri dia ajalah (gedeg juga lama-lama sama karakter mereka dua). asli coy aku udah kehabisan ide buat mikir mau di bawa gimana ending cerita sampah ini

kasih saran please... tolol bat dah malah minta ide ke pembaca... haduh, sakit nih authornya

cuma bisa bilang gws dah thor

***

Divia pernah mengatakan jikalau dia sudah dapat berbicara wanita itu baru mau mengakuinya sebagai anak. Benedict juga pernah mengatakan padanya ibunya tak akan suka jika mendengar suaranya, kini gadis itu lebih mempercayai ucapan Ben yang bukan siapa-siapa baginya.

Kakinya melangkah mundur saat kedua tangan yang dulu menghajarnya itu kini kembali menghajar kepalanya, membuat pekikan beberapa manusia di sana memenuhi pekarangan rumah lelaki yang kata bunda akan menjadi suaminya kelak.

"Anak sialan! Bisa-bisanya kamu membohongiku yang sudah mati-matian memberikanmu makan!" Divia menjambak kuat-kuat helai demi helai rambut yang ada di dalam genggaman tangannya membuat empunya pemilik rambut meronta meminta tolong pada siapa saja dari kebuasan ibunya yang terus memukuli kepalanya.

Zico melangkah cepat mendekati kedua wanita itu, lengannya segera memeluk pinggang ramping Zifa. Kedua telapak tangan Divia yang tak juga lepas membuat gadis itu meringis kesakitan, rambutnya yang tak seberapa banyak itu luar bisa perih di jambak ibunya sendiri.

"Divia sadar! Dia anak kita. Divia!" Hiro yang memeluk tubuh istrinya berkali-kali berteriak di telinga kanan Divia.

"Sini kamu anak sialan. Anak setan. Sini kamu!"

Dian melangkah tergesa-gesa menuruni tangga teras mendekati keempatnya, wanita itu menarik jauh telapak tangan Divia dari kepala anak perempuan wanita itu.

Wajah Divia yang berantakan karena untaian rambutnya berserakan kemana-mana terlempar kesamping akibat tamparan dahsyat dari bunda, "kamu emang udah ngga waras." maki bunda tepat di depan wajah Divia.

Zico buru-buru menarik gadis yang mulai sesenggukan di dadanya menjauh dari orangtua gadis itu.

"PERGI!" usir bunda berteriak kepada Hiro yang masih memeluk istrinya, "harusnya kamu ngga bawa manusia ini ke rumah saya." jemari telunjuknya menunjuk Divia yang kini menoleh kearahnya.

Dosen & Gadis IdiotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang