Araluan Affandi Ayu Sulaiman, salah satu siswi yang turut ikut menikmati jam kosong dengan menonton film Korea, tidak mengherankan, karena dialah sang pencetus ide untuk menonton film di jam kosong.
"Jika nonton beramai-ramai lebih seru," pikir Ara. Ya, nama panggilannya adalah Ara.
Film Squad Game memang sedang digandrungi, lagi viral-viral nya di sosial media. Bahkan film tersebut memiliki rating tinggi di setiap negara pada platform aplikasi yang menyediakan film atau drama berbayar.
Karena ber-genre drama dan jauh dari kata romansa, akibatnya beberapa siswa pun ikut serta. Mereka seakan menjilat ludah sendiri, lupa ingatan suka mengejek k-popers sebagai 'pemuja plastik'.
Yang bilang seperti itu, hanya orang-orang yang kurang baca buku, menurut Ara.
Ending film itu memuaskan para penonton. Kondisi pun memihak mereka, karena tidak ada guru yang masuk hingga bel pulang beberapa saat setelah tamatnya film.
Ara menarik Tote bag bergambar tanda silang ibu jari dan telunjuk, berbentuk hati, yang berarti Saranghae. Bel pun sudah berbunyi sepuluh menit setelah film itu selesai, jadi tidak ada alasan untuk lembur di kelas, karena dirinya tidak piket.
"Ra?" panggil seseorang di belakang. Dia menoleh, ternyata itu Rian.
"Iya ada apa Yan?" tanyanya seraya menggerakkan resleting tasnya tanpa melepaskan pandangannya dari sang pemanggil.
"Lo punya film lain gak? Yang kayak tadi."
Dikaitkan tas itu di pundak, alis Ara terangkat hebat. Seraya melipat dada, dia menatap tajam laki-laki itu. "Oke. Tapi lo janji jangan ngatain para penyuka KPop dengan embel-embel plastik. Gue gak suka sumpah!" Kalimat terakhir dipenuhi tekanan kompor gas.
Tanpa takut akan tatapan tajam itu karena sudah biasa, Ria pun menjawab,"Ck. Iya-iya. Bawa perasaan banget sih lo." Gadis itu geleng-geleng kepala.
Segera Ara merogoh kantong berisi mengambil plashdisk di tempat pensil. Matanya menyipit, menggoda laki-laki didepannya dengan sebelah tangan yang masih kasak-kusuk di sana.
"Lo mulai suka Jum Min Ah ya?" Ara tertawa kecil setelah itu.
Rian tak terima. "Apaan?! Gak lah. Gue cuma suka film yang tadi aja!" tolaknya sambil setengah mengintip isi kantong gadis disampingnya.
Sejenak tangan Ara terhenti ketika hendak menyerahkan perangkat keras itu. "Terus ini buat apa? Ya kali buat ngemil. Di tonton lah," ucapnya sambil ngegas.
Dengan minim kesopanan Rian mengambil alih benda itu dari tangan Ara. "Ini buat si dia," jawab Rian dengan ekspresi menjijikkan di mata Ara.
Mendengar itu, Ara segera menutup mulutnya, mati-matian dia menahan tawa." Lo gak punya uang buat ke bioskop kan? Kebiasaan banget. Cih," hardik nya kemudian. Tawanya tidak jadi keluar.
"Iya kebiasaan gue banget nonton di laptop," ujar Rian.
"Bukan itu Yan. Kebiasaan banget lo gak punya uang!" ucap Ara bersama tawanya yang samar. Dia tahu Rian yang cukup kaya, tapi laki-laki itu pelitnya minta ampun, bahkan pada pacarnya sendiri.
"Iya iya Araluan Affandi Ayu raja salman."
"Sulaiman woy!" protes Ara sembari menjitak kecil Rian karena keliru dalam mengucapkan nama belakangnya.
"Kan lo kaya!"
Tak peduli dengan pernyataan itu, Ara berucap seraya mengipas sebelah tangannya, bermaksud untuk mengusir laki-laki itu. "Udah ah, pergi sana, gue mau pulang!" Kalimat terakhir keluar dari mulutnya dengan ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...