Happy Reading ✨
***
Ara membuka matanya. Dia de javu dengan keadaannya sekarang.
"Maaf. Tapi kau nyaris menjatuhkan ku ke bawah," ucap Pangeran Wang Wook jujur karena tidak ingin ada salah faham.
Pelukan hangat itu perlahan terlepas. Entah mengapa hal tersebut membuat hati Ara sedikit kecewa.
"Tidak apa-apa," balas Ara kemudian perlahan bangkit dan membantu Pangeran Wang Wook untuk melakukan hal yang sama.
Keduanya sempat saling melempar senyum singkat.
"Terimakasih."
Meninggalkan ucapan terimakasih itu, Ara fokus pada luka di punggung sang pangeran. Dia mendudukkan diri agar lebih leluasa memeriksa.
"Bagaimana? Apa obatnya bekerja?"
"Kau membeli obat yang bagus. Sepertinya lukanya sudah kering."
Ara tersenyum puas. Tentu saja, karena yang dia beli adalah salep luka yang paling mahal di toko itu.
"Aku akan membuka nya."
Tanpa diminta, Pangeran Wang Wook pun melepaskan pakaian tidurnya.
Menatap setiap pergerakan sang pangeran saat melakukan itu membuat pagi Ara terasa panas. Pipinya menghangat.
Karena hal tersebut tidak boleh dibiarkan. Ara pun menunduk dalam sambil memejamkan mata.
"Hei," panggil Pangeran Wang Wook melihat Ara komat-kamit tidak jelas.
Ara pun kaget. Dia melihat Pangeran Wang Wook selesai melepaskan perban nya sendiri. Tatapannya beralih ketika pangeran itu menyentuh dahinya dengan tiba-tiba.
"Aku tidak apa-apa." Perlahan Ara menurunkan tangan yang lebih besar dan lebar dari tangannya itu.
"Wajah mu memerah. Kau demam?"
"Benarkah?! Mm, mungkin. Aku akan minum obat nanti," alibi Ara.
"Aku akan memesankan air hangat untuk kau membersihkan diri."
Ara mengangguk sambil tersenyum tipis.
***
Pangeran Wang Wook dan Ara duduk berhadapan sambil memperebutkan sebuah kotak.
"Tidak. Kita harus berpikir ke depan. Apa kau tidak serius untuk tinggal dengan ku?"
Sedari tadi keduanya berdebat tentang keuangan, hingga Ara menyinggung kembali tentang kepercayaan.
Ara yang terlalu berhati-hati dan Pangeran Wang Wook yang terlalu boros.
"Pikirkan perasaan mu," ujar Pangeran Wang Wook memisahkan sekotak koin emas milik nya dari hasil penjualan perhiasannya berupa ikat kepala dan gelangnya itu.
"Perasaan ku bagaimana?" tanya Ara bingung dengan nada setengah marah.
Pangeran Wang Wook memegang bahu perempuan yang duduk di hadapannya tanpa sekat apapun.
"Rasa sakit dan keputusasaan mu. Kita harus menyembuhkan nya terlebih dahulu."
"Mak-maksud mu aku gila? Seperti itu? Aish–" Segera mulut lemes itu ditutup oleh telapak tangan sang pangeran.
"Kau ini bicara yang tidak-tidak!" omel Pangeran Wang Wook sebelum melanjutkan ucapannya, "Aku tidak menyebutnya seperti itu. Hanya saja, aku takut kau tidak mengendalikan emosi mu. Aku takut itu akan mempengaruhi hubungan kita di masa depan."
Apa, hubungan di masa depan katanya, batin Ara tidak menyangka bahwa Pangeran Wang Wook seserius itu padanya.
Perempuan itu terlihat mengerti apa yang dimaksud, perlahan Pangeran Wang Wook menurunkan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...