SL Rebirth 6

1.5K 161 4
                                    

Happy Reading, and Enjoying 🙇

***

"Kau datang, lagi?" Ara membuang muka, kemudian menghembuskan nafas kasar. Dia melipatkan kedua tangan di dadanya.

"Aku lupa tidak meminta pelayan untuk menolak kedatangan tamu," cibir Ara terang-terangan.

Ara memutar bola matanya, malas meladeni si Tuan Tamu, yakni Pangeran Wang Wook.

"Aku masih berharap kau membatalkan keputusan mu," ujar Pangeran Wang Wook.

Ara merasa aneh pada Pangeran Wang Wook, bukan terkadang, tapi selalu? Mengapa laki-laki didepannya tidak pernah terprovokasi. Usahanya untuk menahan amarah dan kekesalan patut diacungi jempol.

"Tidak akan," balas Ara.

"Tidak akan. Titik," lanjut Ara sebagai penegasan.

Seperti ada sebongkah batu besar menghantam dada Pangeran Wang Wook. Pangeran Wang Wook menghela nafas, mencoba untuk tenang dan kooperatif.

"Aku ingin menebus kesalahan dan segala kekeliruan ku. Beri aku kesempatan," pinta Pangeran Wang Wook, sedikit melirih di akhir.

"Tidak bisa. Kita tidak ditakdirkan untuk bersama," balas Ara sungguh-sungguh.

"Pernyataan mu itu tidak masuk akal," ujar Pangeran Wang Wook, seolah tidak terima.

Ara tersenyum miring melihat ekspresi kesal yang berusaha ditahan itu. Dia sedikit mengangkat dagunya dengan percaya diri.

"Masuk akal, karena aku tidak ingin hidup bersama penjahat seumur hidup ku," balas Ara dengan penekanan yang menyiratkan keseriusan mendalam.

Pandangan Pangeran Wang Wook menyusuri sekitar sejenak.

"Karena kebersamaan ku dan Hae So, kau menyebut ku–"

"Bukan, lebih dari itu." Ara menyela ucapan sang pangeran.

"Kau ingin tahta, bukan?! Tahta itu akan semakin dekat jika kau memiliki ku yang kedudukan nya adalah putri seorang ratu, seperti itu kan?"

Perkataan penuh sarkastik tersebut hanya membuat Pangeran Wang Wook mengulas senyum tipis.

Tuh, kan. Laki-laki itu semakin aneh di mata Ara.

"Aku memang pandai menarik kesimpulan," ujarnya seolah bangga dengan Ara.

Pangeran Wang Wook terdiam sejenak sebelum membuka suara lagi.

"Bahkan aku tidak berpikir sampai ke sana."

"Bagaimana? Aku pintar, kan?" tanya Ara seolah meminta pendapat. Tampang nya semakin sombong.

"Jadi, yang ada dipikiran mu adalah hal seperti itu?" tanya Pangeran Wang Wook. Raut wajahnya meluruh lagi, menjadi tenang kembali.

"Ya. Seperti itu," balas Ara seadanya.

"Jika aku tidak seperti itu, kau bersedia untuk hidup bersama ku lagi?"

Kedua alis Ara terangkat. Penawaran macam apa itu?!

"Tapi kau akan seperti itu. Aku tahu, aku tahu." Ara mulai panik.

"Itu hanya praduga mu," ujar Pangeran Wang Wook.

"Bukan. Itu adalah kenyataan," balas Ara.

"Kenyataan yang kau tahu dari siapa?" Ara merapatkan matanya. Dia sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi.

Kenapa dia tidak menyerah dan pergi saja, sih?!

"Kau tidak perlu tahu. Yang jelas, aku tidak ingin bersama mu," ucap Ara

"Apa kau selalu seperti itu, selalu menuduh ku yang tidak-tidak?" Ara terdiam. Ara hendak bicara, namun sepertinya Pangeran Wang Wook belum menyelesaikan ucapannya.

"Aku benar-benar tidak mencintai Hae So, dan aku tidak berpikir untuk mengambil apa yang bukan milik ku. Aku.... Mencintai mu."

Hae Ji menunduk. Bibir digigit olehnya karena merasa gelisah. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menggenggam tangannya, membuat Hae Ji mendongkak ke atas.

"Aku janji, setelah itu kita akan membuat orang yang bisa menemanimu ketika aku pergi," bisik  Pangeran Wang Wook membuat wajah Hae Ji memerah.

Pangeran Wang Wook meringis setelah mendapat cubitan kecil di perutnya dari Hae Ji.

"Saya tidak mencubit nya dengan keras, kok." Si pelaku mencoba membela diri sambil mengelus pelan bekas cubit nya.

Sebuah pelukan tidak terduga membuat aktivitas Hae Ji te terhenti, dan perlahan membalas pelukan itu.

"Aku tahu. Aku akan lama pergi, dan itu tidak mudah setelah kita baru saja disatukan dalam rumah yang sama."

"Anda mengerti...." lirih Hae Ji, menyandarkan pipinya ke dada bidang sang pangeran.

"Kau ini.... Sudah kubilang, jangan bicara formal dengan ku."

Pangeran Wang Wook sedikit menekan kepala Hae Ji saat mengelus-elus rambutnya karena gemas.

"Saya tidak ingat kapan saya bicara seperti itu pada Pangeran yang terhormat dan terpintar ini." Hae Ji mendongkak sambil menyipitkan matanya.

Yang pertama kali Hae Ji tahu tentang Pangeran Wang Wook, laki-laki itu sangat menjunjung tinggi status dan tidak jarang menyombongkan kepintarannya, bahkan tidak ragu mencela saudara-saudara nya –secara diam-diam–

"Tapi pangeran terhormat dan terpintar ini sudah menjadi suami sekarang. Jadi hentikan itu, dan nikmati kebebasan mu terhadap ku."

Hae ji memejamkan matanya, mengeratkan genggaman tangan pada pakaian Pangeran Wang Wook saat merasakan deru nafas Pangeran Wang Wook semakin mendekat dengan keningnya.

"Ada apa dengan mu? Kau baik-baik saja?" tanya Pangeran Wang Wook setelah melihat Ara memegangi kepalanya sambil memejamkan mata.

"Astaga apa yang sudah kupikirkan. Aku sudah berjanji akan membuang mimpi buruk itu," gumam Ara panik. Dia mengingat mimpi lanjutan tadi malam.

Ara menggeleng-gelengkan kepalanya.

Rautnya wajah Ara yang terlihat gelisah membuat laki-laki yang ada dihadapannya merasa cemas.

Pangeran Wang Wook yang bergerak untuk mendekat segera dihentikan oleh Ara.

"Berhenti! Keluar!" Ara mengibaskan sebelah tangan nya, tanpa menatap Pangeran Wang Wook karena malu, tapi bercampur benci.

"Kau benar baik-baik saja?" tanya Pangeran Wang Wook, khawatir.

"Tidak aku tidak baik. Perasaan ku juga tidak baik, sangat buruk," balas Ara, masih dalam posisi yang sama. Tangannya terkepal kuat. Dia harus menahan perasaan yang bukan miliknya itu.

"Baiklah. Aku tidak akan–"

"KUBILANG KELUAR!" teriak Ara. Tatapan penuh permusuhan dilemparkan Ara pada Pangeran Wang Wook, sambil menggertakan gigi nya.

"Ku bilang keluar! Sebelum aku berubah pikiran," lanjut Ara penuh penekanan.

Pangeran Wang Wook menunduk, kemudian tersenyum tipis. Ara tidak heran dengan reaksi tersebut. Laki-laki itu memang selalu tenang, amarahnya tidak meluap-luap.

"Kau yakin?"

"Tentu saja. Aku yakin–" Ara  melebarkan matanya. Baru saja celah bibirnya terbuka, ucapan Pangeran Wang Wook menginterupsinya.

"Aku akan tetap di sini sampai kau berubah pikiran."

Ara menutup matanya kuat-kuat. Sebenarnya Pangeran Wang Wook yang terlalu pintar –mengambil kesempatan– atau Ara saja yang bodoh.

***

Terimakasih yang masih stay baca:)

Jangan lupa Voment ❤️

Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang