Drama itu

7.4K 632 11
                                    

Sepulang sekolah Ara bergegas mandi, makan sore, berganti pakaian, dan tak lupa mengerjakan tugas sekolah
karena dia termasuk dalam kategori anak rajin di kelas.

Ara menghadap sempurna ke laptop. Dengan bringas matanya menagih kepuasan yang akan di dapat dari drama yang Paramitha rekomendasikan. Jujur, Ara cukup tidak sabar ingin menonton.

Suasana pun cukup mendukung, di luar sedang gerimis. Ara mengalihkan atensinya pada laptop kembali.

Seraya menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala dan sebelah tangan dengan selimut, mata tajam Ara fokus untuk menyaksikan drama itu.

Kondisi yang diimpikan oleh kaum rebahan.

(Episode pertama)

Suasana begitu tegang, melihat cara bagaimana pemeran utama masuk ke dimensi waktu, saat dirinya tenggelam lalu ditelan cahaya misterius di dalam danau tempatnya bunuh diri.

"Terlilit hutang, difitnah oleh teman kerja hingga diputusin pacar adalah alasan pemeran utama itu bunuh diri, apalagi dia sebatang kara. Menyedihkan bukan? Cukup masuk akal jika si pemeran utama mengambil keputusan itu," pikir Ara. Dan pula, itu hanyalah drama.

Camilan ringan ditangan Ara sedikit terhenti sejenak ketika menyaksikan adegan itu, cukup dramatis, dan bikin sesak sendiri.

Di durasi 15:00. Ara cukup baper dengan pertemuan pertama si cewek modern dengan salah satu pangeran.

"Lah...." keluh Ara seraya melemparkan snack nya ke layar laptop. Tak lama dipungut kembali kemudian dilahap. Lalu mengusap-usap layar kotor laptop akibat makanan yang dia lempar tadi.

Tak lama gadis menaikan sebelah alisnya."Dih, ujung-ujungnya jadi pel_" sungut Ara terhenti karena decitan pintu terbuka. Dia pun menengok ke belakang tanpa mereset laptop.

"Susu nya non!" ucap Bi Ade selaku pembantu rumah tangga. Wanita paruh baya itu menaruh segelas susu di atas nakas kemudian mengulas senyum padanya seperti biasa.

"Oh makasih bi! Ayah belum pulang?" tanya Ara tanpa beranjak dari tempat tidur dan membiarkan beberapa adegan di laptop berlanjut begitu saja.

"Belum non!" balas Bi Ade.

Ara tersenyum miring, dia tahu benar, wanita itu sedang menyembunyikan raut wajah kasihan pada nya.

Ara mengulas senyum tipis. "Ibu juga?" tanyanya lagi. Lekuk bibir itu belum lepas, tetap mengukir senyuman bahwa dirinya baik-baik saja.

"Non, yang sabar ya ndok." ucap Bi Ade, kemudian mendekati Ara dan sedikit mengelus rambut nya dengan lembut.

"Makasih banyak ya bi!"balas Ara diperuntukkan bagi Bi Ade yang telah menjaga dan merawatnya selama ini. Dia memeluk tubuh gemuk wanita itu sebentar.

"Masih belajar?" tanya Bi Ade setelah melihat laptop yang masih terbuka.

"Hehe. Belajar nya udah tadi sih Bi. Sekarang Ara lagi marathon drakor."

Meskipun tidak mengerti, Bi Ade tidak bertanya dan memilih langsung pamit keluar kerena tidak ingin mengganggu istirahat nona mudanya itu.

(Episode ke-lima)

Dari luar bisa terdengar suara tawa seorang gadis. Ara terpingkal-pingkal melihat kelakuan cewek modern yang membuat seisi istana gaduh, selalu saja seperti itu.

Namun 50 menit kemudian tisu bertebaran di atas kasur gadis cantik itu. Ara menangis tersedu-sedu menyaksikan kematian sepupu dari pemeran utama wanita yakni si cewek modern meninggal dunia di atas pengakuan sang suami.

Tak tahu kenapa dada Ara begitu sesak, sakit hati menyaksikan pemandangan itu. Mungkin karena lagu ballad yang disetel membuat adegannya begitu dramatis. Ya, itu sangat mungkin.

(Episode ke-enam sampai tamat)

Perasaan Ara dibuat seperti rollercoaster. Kadang merasa geli perut akibat menahan tawa setelah menyaksikan adegan yang begitu jenaka, dan sialnya, langsung dibayar impas dengan air mata lagi.

"Drama yang begitu direkomendasikan, buat anda pecinta segala jenis bawang. Ceritanya masuk akal. Meski agak gantung. Tapi masih masuk akal, itu yang penting. Satu lagi, dibikin susah lupain deh. Soalnya banyak cowok ganteng nya hehehe, " ujar Ara seraya mengetik di laptop nya untuk sekedar memberikan sebuah kesan.

"Dasar Paramitha! Lo bikin gue susah move on aja?!" gumamnya kemudian.

"Enaknya jadi Hae So Ah, kadi rebutan 4 pangeran sekaligus," lanjut Ara bermonolog, kemudian mengerjap-ngerjapkan kedua mata yang terasa kesat.

"Apa gue bisa juga ya bertransmigrasi kayak gitu?" tanya Ara kepada diri sendiri. Dia tertawa karena itu hal yang tidak mungkin dan terkesan konyol.

"Aduh, gara-gara marathon ekstrem, otak gue jadi kayak gini." Sejenak Ara meruntuki diri sendiri.

Ara memandangi logo pir tergigit yang menghiasi atas laptop. Itu mengingatkan Ara pada kedua orang tuanya. Mereka yang memberikan hadiah ini padanya ketika ulang tahun yang ke 17.

Ara senang kala itu, namun sayangnya rasa senang itu tidak bertahan lama.

Ditengah-tengah perayaan ulang tahun yang  terbilang langka dihadiri kedua orangtuanya, mereka malah meninggalkan pesta sebelum berakhir. Padahal pada saat itu bukan hanya dirinya yang menjadi tuan rumah, sang mama dan papanya pun juga.

Miris memang jika mengingat kembali kejadian tidak memiliki kesan indah itu.

Beruntung teman-teman Ara tidak ada yang mencibir disekolah karena seakan diperlakukan seperti anak pungut. Ara menghela nafas lega kala itu.

Tidak bermaksud menaruh laptop nya di atas meja belajar karena malas gerak, Ara pun lebih milih membiarkan benda itu di samping di mana dirinya akan tidur.

Jam menunjukkan pukul 02:00, dini hari.

Ara susah ngantuk, namun tubuhnya yang terasa lelah memaksa mata untuk pura-pura tidur dan akhirnya tidur beneran.

Pukul 02:27 gadis itu terbangun secara alamiah.

Ara menelik jam dinding. "Astaga. Tidur cuma 27 menit," gumamnya yang diakhiri dengan tawa samar.

Ara mendadak haus. Dia pun segera beranjak dari kasur empuknya. Beruntung, meski malam ini baru tidur cuma 27 menit, Ara tidak merasa pusing sedikit pun.

Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang