Ara bingung sendiri untuk mengambil langkah selanjutnya. Pasalnya, hal-hal yang diceritakan oleh Dayang Cha tidak sesuai ekspektasi.Kemarin sang dayang bercerita tentang keharmonisan rumah tangga Tabib Ju bersama istrinya, dan anak kembarnya. Sialnya di tengah jalan cerita, sempat-sempatnya Ara merasa iri. Kata Dayang Cha juga istri Tabib Ju yang sedang mengandung lagi menambah kesempurnaan keluarga Cemara itu.
Ternyata isinya bukan cerita tentang persekongkolan dan perbincangan terlarang yang Ara kira. Ini benar-benar diluar dugaan?!
Sosok Dayang Cha bisa diandalkan. Tapi hasil pekerjaan nya mengatakan hal sebaliknya.
Realita sungguh kejam. Padahal istilahnya beberapa jam lagi bagian dimana sosok Hae Ji meninggal dunia, yang diwakili oleh seorang Ara.
Tapi Ara tidak meminum ramuan bukan?! Itu sebanyak nya harus membuat Ara tenang. Sayangnya, sungguh, Ara tidak setenang itu.
Ara membuang ramuan yang sudah katanya 'ramuan lebih bagus dan langka' itu ke bawah, tepat jatuh di atas gumpalan salju yang tebal.
"Racun seperti apakah itu?" Ara memperhatikan cairan hijau dan hitam yang lama kelamaan menghilang ditelan oleh serbuk salju yang turun.
"Apa ini bisa merubah takdir?!" Ara harus menunggu itu, sampai dimana takdir membawanya. Apakah kematian, kehidupan, atau pulang?
Tentu saja Ara memilih opsi ketiga. Ia sudah lelah hidup di zaman ini. Dirinya merasa selalu ditipu.
Ara memutuskan untuk berjalan-jalan saja, menyusuri istana, tapi tidak sendiri. Setiap langkahnya keluar kamar senantiasa diikuti oleh Dayang Cha.
Pemandangan biasa membuat Ara menyunggingkan senyuman. Dayang Cha mengintipnya, memastikan kondisi hatinya.
Tidak apa-apa, saya sudah biasa.
"Mungkin Yang Mulia hanya mengajaknya jalan-jalan, tidak lebih."
"Hae So sudah sering di istana. Apakah benar mereka hanya sekedar jalan-jalan biasa?"
"Tapi bagian paviliun ini seperti nya belum, mengingat tempatnya adalah kediaman Pangeran Wang Wook, yang tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang."
Ara menoleh pada Dayang Cha. Sedikit garam karena sedari tadi wanita itu membela Pangeran Wang Wook.
"Aku ada di sini. Mengapa mereka tidak mengajak ku ya?! Menyebalkan sekali." Ekspresi Ara benar-benar memperlihatkan bahwa dirinya tidak suka dan kecewa.
"Mungkin karena cuaca dingin, Anda tidak diizinkan untuk benar-benar keluar."
"Ah basi." Ara memandang ke depan lagi.
"Menurut mu mereka terlihat hanya sekadar berjalan-jalan saja? Jawab pertanyaan ku dengan jujur."
"Tentu saja iya, Lady." Ara mendebas kasar.
"Ah kau ini." Ara kesal dengan dayang nya. Ia memutar bola matanya, jengah.
"Anda sedang cemburu, jadi melihatnya hal yang sebaliknya."
"Apa kata mu?!" tanya Ara dengan nada tidak terima.
"Cemburu membuat pemiliknya berpikir yang berlebihan, lady."
"Aku tidak cemburu," Ara berucap dengan tegas, seolah dirinya tidak dapat dihakimi oleh mulut sang dayang selanjutnya.
"Saya tidak melihatnya tidak seperti itu," balas Dayang Cha dengan sengit.
"Kau ini, benar-benar ya." Ara melayangkan kepalan tangan di atas Dayang Cha. Dayang Cha sendiri menutup kepalanya, berjaga-jaga.
"Kau menyebalkan sekali seperti mereka." Ara mengeram kesal sebelum melangkah cepat meninggalkan tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...