Happy Reading ✨
***
Beberapa saat sebelum waktu eksekusi terjadi.
Pangeran Wang Wook bahkan melihat keringat menetes di pelipis tabib pribadi ibunya itu.
"Bagaimana keadaan nya?" tanya nya terdengar tidak sabaran. Tabib itu tidak menyangka putra sang nyonya bisa tidak tenang juga.
Sang tabib terdiam. Pangeran Wang Wook menatap sekilas Ara yang masih terbaring lemah dengan wajah pucat.
"Paman, dia tidak me–"
"Tidak. Yang Mulia Putri tidak meninggal. Hanya tubuh nya sedang berusaha melawan racun itu."
"Dua hari lalu, Paman mengatakan hal yang sama. Dan dia belum kunjung membuka matanya!" protes Pangeran Wang Wook nyaris emosi.
"Yang Mulia Pangeran, itu benar adanya. Sekarang pun masih sama. Saya belum bisa memastikan."
"Bahkan seorang tabib ternama di negri ini pun tidak menanganinya," sindir Pangeran Wang Wook, mengeratkan gigi-giginya.
Benar. Paman Hwang adalah tabib terbaik Goryeo. Dia tabib yang bahkan lebih baik dari tabib raja. Namun dia memutuskan untuk mendedikasikan kemampuan nya untuk klan Hwangbo, terutama sang kakak, Ibu Shinjeong.
"Sejujurnya, Yang Mulia Putri masih bernafas hingga saat ini adalah sebuah keberuntungan dan keajaiban."
Jika saja pangeran yang sembrono, meja dan kursi sudah pindah tempat dan tabib itu sudah dihajarnya.
"Aku ingin penjelasan lain dari mu. Apa dia bisa bertahan?" Pangeran Wang Wook menatap Ara kembali, kemudian memalingkan wajahnya sambil menahan agar tidak ada selaput bening yang keluar dari matanya.
"Saya yakin Yang Mulia, Yang Mulia Putri adalah perempuan kuat." Hanya itu jawaban yang paling aman. Tabib Hwang sedikit merinding melihat tatapan menuntut itu, di sisi lain dia ikut prihatin dengan sang pangeran yang tampak terpukul.
Pangeran Wang Wook berlutut di sisi Ara. Dia bahkan tidak sadar ada kursi di sampingnya untuk diduduki. Saking cemas.
Pangeran Wang Wook perlahan mengelus dahi Ara dan beralih menggenggam tangan Ara.
Matanya menatap penuh perempuan itu.
"Kau harus bertahan."
Tak berselang lama Pangeran Wang Wook merasakan tangan yang genggaman nya bergerak, meskipun lemah. Dugaan baiknya tidak salah, sang pemilik membuka mata, kemudian melirih.
"Kakak."
"Aku di sini!" Pangeran Wang Wook dengan cepat merespon bersama senyum kecil tidak luput dari wajah nya.
Tabib Hwang langsung membawa ramuan untuk meningkatkan energi pasien yang baru bangun dari pingsan. Juga, obat penetral racun.
Ara meminum semua itu tanpa protes karena ingat dia baru saja keracunan. Dayang Im membantunya dengan hati-hati dan menurunkan kepala Ara seperti semula.
Ara merasa sangat lelah dan nafasnya sulit di atur, namun berangsur-angsur membaik meski tahapannya sangat lambat.
Samar-samar dia melihat sosok asing dan dirinya bingung kapan sosok itu ada di tempatnya, di sampingnya.
"Kau–" ucap Ara tercekat karena tidak sanggup melanjutkannya. Itu cukup sulit dan dia terlalu lelah melakukannya.
Ara menatap mata yang tidak lepas dari dirinya. Sedetik kemudian Ara sadar ada yang melilit tangan nya. Dia segera melepaskan genggaman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...