Kalau sekiranya ada typo, beri tanda ya:)
Happy Reading Lovely ❤️***
"Astaga.... Dia kemana?!"
Ara frustasi karena tidak kunjung menemukan Pangeran Wang So. Padahal Ara sudah mencari laki-laki itu, ke tempat penyiksaan Dayang Im dan sekitarnya. Juga, kediaman sang pangeran pun tidak terlewatkan olehnya.
Ara memejamkan mata sambil berpikir kemungkinan terbesar di mana Pangeran Wang So berada.
Tak lama, dia menyeringai, puas dengan kerja otaknya.
Secepat kilat, Ara pun berlari kembali ke tempat tujuannya yang lain, yakni kediaman Ratu Yoo.
Para pelayan di sepanjang jalan yang memberikan penghormatan, tidak dia diindahkan.
"Pangeran Wang So!" teriak Ara memanggil laki-laki tanpa embel-embel 'kakak', tidak seperti biasa.
Laki-laki itu terlihat tengah berdiri didepan undakan tangga menuju kediaman Ratu Yoo. Ara menghampirinya bersamaan dengan sang pangeran yang berbalik.
Ara membeku ketika melihat cipratan darah di wajah Pangeran Wang So. Tetesan darah kental di ujung pedang yang digenggam oleh Pangeran Wang So membuat mata Ara melebar.
"Ka-kau mem-membunuh nya?" lirih Ara terkejut sekaligus tidak percaya.
Sementara laki-laki dihadapannya menutup mulutnya. Gelagat geraknya seperti orang yang baru saja tertangkap basah.
Ara mengeram kesal sebelum memukuli Pangeran Wang So dengan kepalan tangannya secara membabi-buta.
"S*alan kau! Wang So jahat! Tidak punya hati! Tidak punya perasaan! Suka mencu-"
Perkataan yang bertubi-tubi itu terhenti setelah sumbernya dibungkam oleh Pangeran Wang So.
Ara berusaha melepaskan diri saat Pangeran Wang So menyeretnya.
Ratu Yoo tersenyum remeh saat menyaksikan putra dan putri Goryeo yang menjauhi kediamannya.
"Bermain dengannya, mungkin tidak buruk untuknya." Sang ratu tertawa kecil sebelum berbalik. Dia tidak peduli dengan apa yang dilakukan dua anak raja itu.
***
Pangeran Wang So membawa Ara ke tempat sepi, tepatnya ke belakang kediamannya yang dipenuhi semak belukar dan pohon-pohon tinggi.
Pangeran Wang So melepaskan tangannya. Ara langsung mual-mual setelah itu, di samping menghirup udara segar.
"Tangan mu itu bau sekali tahu! Bau amis!" Ara memegangi dadanya sambil membungkuk, kemudian mual-mual lagi.
Pangeran Wang So meringis kecil, kasihan dengan kondisi Ara. Dia menyesal karena lupa mencuci tangan kiri yang digunakannya untuk menyeret mayat kepala pelayan istana itu ke jurang.
Tidak peduli rasa pengap yang tersisa, Ara menegakkan tubuhnya kembali.
"Ku kira kita adalah saudara! Ku kira kau itu baik! Ku kira kejahatan mu hanya berlaku untuk orang jahat! Tapi ternyata kau.... Penghianat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...