Ara memperbaiki posisi duduknya, menatap lurus ke depan pada sang dayang."Baiklah! Sekarang ceritakan tentang diriku secara detailnya."
Dayang Cha mengulas senyum sebentar, kemudian melanjutkan penjelasannya."Anda seorang perempuan yang hebat, baik hati, rendah hati, lemah lembut, dan begitu pengertian pada semua orang, khususnya pada sepupu anda sendiri."
"Hae So lagi?" batin Ara. Sepertinya nama gadis itu selalu tersangkut paut dengan kehidupan Lady Hae Ji, pikirnya.
" Lady juga begitu mahir memainkan berbagai alat musik. Dulu, anda sering menyanyikan lagu untuk pangeran Wang_"
"Eh stop!" potong Ara.
"Bagaimana Lady?"tanya sang dayang.
Gadis itu menggeleng-geleng, berubah pikiran."Maksudnya lanjutkan ceritamu."
Dayang itu pun mengangguk pelan."Sedangkan dulu Pangeran Wook sering membuat syair, dan syair itu Lady nyanyikan bersama lantunan musik yang anda mainkan. Itu sangat indah."
Eww, gak sih?! Kayaknya Lady Hae Ji nge-bucin banget sama Pangeran, sampai bersikap romantis kek gitu. Padahal jelas-jelas dari dulu cintanya gak terbalaskan, batin Ara menanggapi.
Ara mengangguk-mengangguk faham, kemudian bertanya lagi,"Apa ada hal lain selain aku menyukai alat musik dan bernyanyi?"
"Anda juga suka menolong rakyat bersama Pangeran Wang Wook."
Mmm bagus! Beruntung gue masuk ke dalam toko protagonis. Ya, meskipun berakhir tragis. Tapi gue gak bakal menyerah buat bertahan hidup.
Ara bangga dengan sosok yang menjadi tempat jiwanya kini.
"Kegiatan itu dilakukan satu bulan sekali," lanjut sang dayang.
Oh iya gue ingat. Emang sih ada adegan dimana gue, pangeran, sama Hae So juga bagi-bagi beras sama pakaian bekas di pasar. Mana di sana Wang Wook makin suka sama Hae So. Tapi gak papa lah. Mereka pun bukan tujuan gue juga.
Tak sengaja otak gadis itu menangkap sekeping masa lalu ketika menonton drama yang kini bahkan salah satu perannya sedang dia mainkan.
"Kalau kemahiran? Apa aku cuma mahir dalam alat musik saja?" Setelah itu Dayang Cha mengangguk kecil.
Tentu saja Ara sedikit kecewa, padahal dirinya mengharapkan sebuah kemampuan yang lebih menantang dari sosok Lady Hae Ji.
"Kalau naik kuda? Apa aku bisa?" tanya Ara.
"Tentu saja Lady. Semua keluarga kerajaan baik wanita maupun pria mereka bisa menunggangi kuda."
Ara sedikit lega dengan kenyataan itu."Bermain pedang? Bela diri?"tanyanya lagi.
"Anda samasekali belum pernah menyentuh pedang dan belajar bela diri," tutur sang dayang.
"Apa aku dilarang melakukan hal itu?"
"Saya menjadi dayang Yang Mulia ketika anda menikah dengan Pangeran Wang Wook. Semenjak hari itu saya tidak pernah sekalipun melihat anda latihan bela diri atau pedang."
Dayang itu melanjutkan,"Juga kesehatan Lady yang akhir-akhir ini semakin menurun."
"Oh iya. Sejak kapan diriku mulai sakit-sakitan?"
"Mmm, kurang lebih saat pernikahan anda dan pangeran menginjak satu tahun."
"Sekarang, berapa usia pernikahanku dengan dirinya?"
Dayang Cha menelan ludah sejenak, memandangi junjungannya yang seakan lupa akan segalanya."Tiga tahun Lady."
Ara mengangguk-angguk kepala seraya membatin,"Pernikahan mereka terbilang lama. Kasian juga sama Lady Ji. Selama tiga dia diabaikan." Dia tersenyum miris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...