Happy Reading 💕
***
Ara menghela nafas kasar. "Huh, aku jadi banyak hutan budi padamu." Ingin sekali dia mengutarakan isi hatinya di depan Pangeran Wang Wook langsung. Tapi Ara gengsi. Maunya tiba-tiba memberikan balasan, seperti kemarin, sambil bilang 'kita impas'.
Percaya lah. Itu hal terkeren yang dilakukan oleh seorang pemeran di sinetron-sinetron. Menurut Ara, sih.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Ara yang masih setengah berbaring di ranjang kerena harus istirahat total. Hari ini hari terakhir, besok dia akan keluar. Pasti itu.
"Memastikan tabib ku cakap mengobati mu. Bagaimana reaksi obatnya?"
Wah, alasan dan pertanyaan Pangeran Wang Wook sangat mengagumkan, ya. Hingga orang sulit untuk menemukan niat terselubungnya.
"Baik. Bagus," jawab Ara benar adanya. Semula kepalanya yang suka sakit saat bangun tidur hilang hari ini.
Pangeran Wang Wook tersenyum tipis. Hatinya merasa sangat bersyukur.
Ara tidak mencegah Pangeran Wang Wook yang duduk di kursi tepat di samping ranjangnya, meskipun sedikit berjauhan. Tahu, kan, siapa yang bisa meracik obatnya. Hanya Pangeran Wang Wook yang agung.
Yang Ara lakukan sekarang adalah mengamati setiap pergerakan dengan intens, sampai-sampai Ara gagal fokus.
Gemes sumpah. Pengen nyubit.
Sebenarnya di mata Ara, semua Pangeran Goryeo tampan-tampan, tidak ada yang buruk rupa. Namun, bagi Ara pribadi, Pangeran Wang Wook dan Pangeran Wang So punya daya tarik sendiri. Keduanya sangat khas, terutama saat tersenyum tipis. Kulitnya mereka yang tidak terlalu putih menggambarkan kesan manly.
Jika Pangeran Wang Wook punya hidung yang menjadi kegemaran Ara. Pangeran Wang So punya mata tajam seperti elang, tapi Ara juga suka mata Pangeran Wang Wook yang bak danau dengan air tenang tapi di dalamnya banyak buaya.
Ah di mata Ara, Pangeran Wang Wook tidak buruk juga, meskipun Pangeran Baek Ah tetap menduduki posisi tampan secara objektif.
Sadar diberi tatapan seperti itu, Pangeran Wang Wook merasa tidak enak. Tiba-tiba degup jantung nya berdebar lebih cepat. Namun dirinya tetap mencoba untuk terlihat santai dan tenang. Bahkan sampai menahan nafas beberapa saat untuk mempertahankan ekspresi itu.
Ara mengerjap saat Pangeran Wang Wook bergerak. laki-laki itu telah selesai meracik obat dan menatap Ara yang dagunya bertumpu pada kepalan tangan.
"Sudah." Itu terdengar seperti pernyataan, yang memang dibuat untuk basa-basi. Sang pemilik menunjukkan wajah polos di depan laki-laki yang nyaris pucat karena gugup. Sayang, itu tidaklah mudah untuk dipindai oleh Ara.
"Kau sudah makan?" tanya Pangeran Wang Wook setelah bangkit dari duduk dan mendekati Ara sambil menyodorkan ramuan.
"Hah? Apa?! Ohh. Belum," jawab Ara sedikit tidak fokus di awal karena hendak minum obat.
Lagipula ini obat herbal, tidak perlu makan di awal bukan?! Kemarin pun Ara tidak makan dulu sebelum minum obat.
"Kenapa belum? Dayang Im tidak bekerja dengan baik."
Pertanyaan itu membuat Ara tidak jadi memasukan cairan obat itu ke dalam mulutnya. Masa bodoh, Ara meminumnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan aneh itu.
"Salah sendiri, kenapa datang nya terlalu pagi?!" cetus Ara setelah mengerenyit kecil karena kepahitan.
"Bahkan aku belum cuci muka," lanjut nya seraya menyerahkan bekas wadah ramuan pada Pangeran Wang Wook yang gelagapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...