Satu hari lagi. Ara meminta satu hari lagi Pangeran Wang Wook menemaninya di luar istana. Itu dilakukan karena Ara takut besok Pangeran Wang Wook tiba-tiba pergi. Meskipun itu kemungkinan kecil. Tapi Ara takut.
Alasannya karena Ara tidak mungkin terus menerus tinggal di penginapan. Ara membutuhkan rumah sendiri. Yang murah dan sederhana pun tidak masalah. Yang penting Ara tidak mirip gelandangan.
Jika membeli rumah di zaman ini sendirian, Ara takut ditipu.
Mengingat hal itu, Ara jadi sadar bahwa setelah Pangeran Wang Wook pergi, dia akan hidup sebatang kara.
Hal yang tidak pernah Ara duga sebelumnya.
Dunia memang penuh dengan rasa kaget. Bukan kejutan lebih tepatnya. Bagi Ara.
Ara menghela nafas panjang, melepas penat jiwa dan raga sebelum merebahkan diri di kasur.
***
Ara hampir menangis. Sulit sekali menemukan rumah, maksudnya rumah sesuai dengan kriteria Ara.
Kebanyakan rumah yang ditawarkan terdapat banyak masalah. Entah itu rumah tanpa kamar mandi. Kamar mandi yang diluar. Hunian dipenuhi tikus, bahkan yang hampir roboh pun ada.
"Kenapa semuanya...?" keluh Ara tidak ingin melanjutkan karena tidak sampai hati.
Pangeran Wang Wook sedikit kasihan melihat Ara putus asa. Tapi dia memutuskan untuk tidak membantu masalah ini.
"Eh, sebentar. Kau bilang membeli rumah harus dengan tanah yang dijatuhi pajak yang mahal?!" Ara menjentikkan jari dapat ide.
"Aku akan tinggal di desa saja. Tanah di desa pasti lebih murah," lanjut nya kemudian tersenyum cerah.
Pangeran Wang Wook menahan untuk tidak mendesis kesal.
"Desa jauh dari peradaban," ujarnya dengan nada dingin.
"Tidak masalah jika aku berpergian jauh nanti. Aku lebih baik beli kuda daripada rumah seperti itu. Ayo!" ajak Pangeran Wang Wook yang sebenarnya enggan. Dia ingin Ara berubah pikiran untuk meninggalkan istana.
"Kau harus tahu, jalan menuju desa sangat rawan perompak jalanan," ujar Pangeran Wang Wook asal namun terdengar meyakinkan. Karena dia sendiri belum pernah mengalaminya, hanya untuk menakut-nakuti.
Ara mencoba untuk percaya diri. Setidaknya aku pernah bertarung dengan Pangeran Wang Yo. Dan, aku berhasil kabur, batin Ara. Itu bisa menjadi acuan dalam mengukur kemampuannya.
"Tidak masalah. Aku bisa bela diri. Aku bisa berkuda. Aku juga pandai menyamar."
"Kau yakin?" tanya Pangeran Wang Wook sekali lagi. Berharap situasi berubah.
"Yakin sekali. Itu lebih baik daripada tinggal ditempat yang membuat ku hampir kehilangan nyawa," jawab Ara penuh keteguhan.
Mendengar jawaban itu, Pangeran Wang Wook tidak mampu bersuara lagi.
***
"Gara-gara kau! Kita jadi sasaran para bandit itu!" Ara memukul bahu Pangeran Wang Wook.
Sang empu menoleh.
"Aku tidak tahu akan seperti ini."
Pangeran Wang Wook sering mengejar para penjahat yang menyusup ke istana. Tapi jadi buronan para penjahat, ini adalah yang pertamakali.
Sebenarnya dia sudah mengira hal itu terjadi, tapi dirinya tidak menyangka penjahat nya sebanyak ini.
"Sudah kubilang, pakaian bangsawan itu mencolok. Aih, kenapa kau tidak percaya?!" Ara tidak henti-hentinya berceloteh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...