Happy Reading ☺️
***
"Aku takut Yang Mulia Putri tidak menerima ku," lirih Ye Hee yang sekarang sedang bersandar di bahu Pangeran Baek Ah.
Pangeran Baek Ah terdiam sejenak. Dia bergerak sedikit agar Ye Hee menghadapnya.
"Dia baik. Ji Ah, baik. Dia pasti memahami kondisi mu."
Ye Hee menatap Pangeran Baek Ah yang tengah mengelus perutnya, sebelum beralih ke tempat yang sama.
"Maafkan aku," lirih sang pangeran. Dengan hati lapang, Ye Hee tersenyum dan mengelus pipi Pangeran Baek Ah.
"Aku tidak bisa melepaskan nya,"lanjutnya seraya menatap lekat Ye Hee yang belum menurunkan lengkungan sudut bibirnya.
"Sebelum kau bertemu dengan ku, kau bertemu dengan nya terlebih dulu. Sebelum aku menemani mu, beliau menemani mu terlebih dulu. Sebelum aku memberikan keindahan kehidupan pada mu, beliau memberikannya terlebih dulu. Diterimanya oleh nya, dan oleh mu adalah keberuntungan bagi ku. Bagiku yang bukan siapa-siapa di dunia ini, yang tidak punya apa-apa, yang tidak punya siapa-siapa, kecuali dirimu yang telah menyelamatkan ku," tutur Ye Hee panjang lebar. Pangeran Baek Ah mengulas senyum hangat sebelum mendaratkan kecupan lembut pada Ye Hee dan si jabang bayi.
Ye Hee dulunya adalah calon penghibur di tempat bordil. Dia adalah seorang penari yang handal, salah satu alasan mengapa Pangeran Baek Ah tertarik padanya. Mereka berteman sejak Pangeran Baek Ah tinggal di Gyeongju selama satu satu tahun.
Pertemanan mereka tidak terputus selama lima tahun, malah semakin dekat. Ketika Hae Ji Ah pulang dari wilayah bekas Baekje, dan menikah dengan Pangeran Wang Wook, hubungan keduanya berjalin lebih erat hingga menjadi pasangan kekasih.
Ketika Hae Ji Ah terbangun dengan jiwa Ara, Pangeran Baek Ah tidak bisa menahan diri untuk tidak memperlihatkan perhatian secara terang-terangan pada cinta pertamanya itu. Bahkan, perasaan lama terkubur, muncul kembali, tanpa aba-aba, dengan besaran yang sama. Tak terhingga rasanya.
Itu lah yang menjadikan hati Pangeran Baek Ah yang berjumlah satu, terbagi. Bukan terbagi, tapi hati itu membesar agar dapat terbagi menjadi dua.
Satu untuk Ye Hee, teman masa remaja nya.
Satu untuk teman masa kecilnya.
Tapi sekarang. Rasanya satu hati yang terbagi itu hancur.
Indra penglihatan Pangeran Baek Ah memudar ketika menyaksikan jenazah Ye Hee di kremasi, saat tertutup, derai air mata tidak bisa dielakkan lagi.
Sang pangeran menangis, menangis kecil dengan rasa penyesalan yang amat besar. Dulu, dia telah berjanji untuk menjaga perempuan itu sampai mati. Namun, kenyataan nya tidak demikian. Dirinya sendiri yang menyaksikan kematian tragisnya.
Sementara Ara, yang sedari tadi mendiami kamar Ibu Shinseong memutuskan untuk keluar. Entah untuk menyaksikan upacara kremasi jenazah Ye Hee, atau untuk yang lain.
Baru Ara melangkahkan kaki sebanyak lima langkah, Pangeran Baek Ah datang seolah menghadangnya.
"Puas kau sekarang!" ucap Pangeran Baek Ah dingin, namun mengandung banyak emosi di sana.
Sungguh Ara tidak menyangka sang pangeran tertua dari sila itu akan mengucapkan hal demikian padanya.
Tatapan dingin, tidak mengandung rasa bersalah itu membuat Pangeran Baek Ah murka hati. Dia mengepalkan tangannya kuat.
"Puas kau membuat orang meregang nyawa?!" lanjut Pangeran Baek Ah, nadanya lebih tinggi dari sebelumnya. Dia mengambil langkah untuk mendekati Ara yang masih mematung dengan sikap kebangsawanan nya.
Sang putri mirip dengan putri lainnya, Yeon Hwa, pikir Pangeran Baek Ah. Jujur dia tidak begitu menyukai Yeon Hwa, yang terkadang semena-mena.
Sorot mata dingin dan menusuk nyaris membuat sebelah ujung bibir Ara terangkat. Ara sudah merasakan suasana mencekam di ruangan yang hanya diterangi dua lentera di sisi kiri dan sisi kanan.
"Kau telah membunuh dua orang sekaligus dalam satu waktu," ucap Pangeran Baek Ah dengan penuh penekanan. Kepalan tangannya hampir mengenai wajah Ara, namun dia menahannya.
Ara nyaris tertawa saat menyadari sebuah kebodohan, entah kebodohan dirinya atau kebodohan Pangeran Baek Ah, hingga terdengar dengusan lebih dari tiga kali. Ara samasekali tidak menyangka dengan apa yang didengar, dengan apa yang terjadi hari ini.
Semuanya di luar kepala. Semuanya di luar dari sangkaan Ara.
"Gara-gara kau aku kehilangan bayi ku."
Sedetik setelah berucap seperti itu, Pangeran Baek Ah mendorong tubuh Ara agar menghantam dinding dalam sekali hentakan hingga Ara merasakan rasa sakit di bagian dada dan punggung.
"Gara-gara kau yang meminta ku untuk memilih, Ye Hee...." Ucapan itu tidak dilanjutkan, sang empu lebih memilih untuk mencengkeram bahu Ara.
"Bukan kah memang seharusnya kau memilih?" Ara akhirnya bersuara setelah sekian lama. Sorot matanya tetap tajam, tidak terpengaruh rasa sakit akibat cengkraman di bahunya yang semakin kuat.
"Harusnya kau menerima Ye Hee. Dia tidak seberuntung dirimu dan diriku. Di saat dirimu meninggalkan ku, aku masih punya keluarga. Di saat aku meninggalkan mu, kau masih memiliki keluarga mu. Tapi dia, tidak punya siapa-siapa." Rahang Sang Pangeran mengeras, menandakan bahwa dirinya sedang menahan amarah yang amat sangat.
Ara menumpulkan sorot matanya, tapi keseriusan tetap terpancar dari sana.
"Dengar Baek Ah! Tidak semua perempuan menerima perempuan lain yang disukai atau bahkan dicintai oleh kekasihnya! Aku bukan Ye Hee, atau bahkan Putri Mudeong dan Putri Museong yang dengan senang hati dinikahi laki-laki yang sama. Jika kau tidak percaya, tanya kan lah pada Hae So dan Yeon Hwa!"
Ara melepaskan diri kukungan sang pangeran menggunakan pukulan menyilang pada masing-masing lengan yang menahan bahunya. Itu tidak membuat Pangeran Baek Ah kesakitan, tapi cukup kuat baginya yang tidak terlalu cakap bertarung dengan tangan kosong.
Pangeran Baek Ah yang terkejut, menjadikannya lengah, membuka celah Ara untuk mendorong tubuh sang pangeran hingga nyaris tersungkur.
Sebelum angkat kaki tempat itu, Ara berkata pada Pangeran Baek Ah tanpa empat mata.
"Aku tidak tahu Ye Hee seperti apa, atau bahkan kehidupannya. Harusnya kau yang memahami, Pangeran Baek Ah, karena tahu tentang nya. Bukan aku yang tidak tahu apa-apa ini, disuruh untuk memahami."
Tanpa Pangeran Baek Ah tahu, Ara pergi bersama derai air mata.
Tanpa Ara tahu, Pangeran Baek Ah terpaku bersama lautan penyesalan.
***
Chapter selanjutnya akan di update setelah vote berjumlah seratus.
See you 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...