Rencana 2

1.8K 218 12
                                    

"Kenapa kau melihat ku seperti itu?" tanya Ara dengan raut wajah tanpa dosa.

Ya, gara-gara ucapannya yang tidak dapat direm itu, Pangeran Wang Wook mencurigainya dan berakhirlah aksi menyamar nya terbongkar.

Raut wajah dingin itu bercampur menjadi ekspresi kesal yang sepertinya ditahan oleh sang pemilik. "Apa motif mu melakukan hal konyol seperti itu?" tanya balik sang pangeran pada Ara.

Seharusnya pertanyaan itu tidak keluar dari mulut Pangeran Wang Wook karena hal tersebut akan memancing kata,"Itu karena kau! Karena kau tidak mau mengantarkan ku ke ruang senjata dan membantuku berlatih pedang," balas Ara emosi.

Maksud yang sebenarnya dari dua kata terakhir Ara adalah mengasah kemampuan berpedang.

Ya. Pangeran Wang Wook berpikir kenapa dirinya melayangkan pertanyaan yang mudah dijawab oleh sang istri.

"Maksud ku kenapa kau senekat itu?" tanyanya tanpa berubah sedikitpun.

"Ya karena aku adalah perempuan nekat," jawab Ara enteng.

Sang pangeran menghela nafas kecil, nyaris tidak terdengar. Apa boleh buat? Istrinya itu kini sudah menjelma menjadi perempuan nekat.

"Baiklah."

Mendengar ucapan itu, Ara geram sendiri. Kenapa tidak sedari awal laki-laki itu mengabulkan permintaan nya? Ara sudah keluar seratus keping emas. Dia sudah rugi bandar.

"Aku ingin dilatih oleh guru terbaik di kerajaan ini!" pinta Ara.

Karena menghindari kemungkinan terburuk dia akan menghadapi orang yang berkemampuan tinggi dalam ilmu pedang nanti, dirinya membutuhkan guru terbaik.

Hal tersebut juga untuk melihat perbandingan kemampuan pedang di kehidupan Ara sebelumnya dan di zaman itu. Apakah sesuai atau tidak? Apakah kemampuannya cukup atau tidak?

"Aku ingin dilatih oleh guru terbaik di kerajaan ini!" Ara memberikan penegasan dari ucapannya karena laki-laki itu tidak memberikan respon, malah melangkah ke depan, meninggalkannya.

"Hey! Iyakan dulu permintaan ku!" desak Ara seraya mengejar ketertinggalannya.

"Iya." Jawaban itu terdengar asal.

"Yang terbaik kan?" tanya Ara lagi, karena masih ragu.

Pangeran Wang Wook menghentikan langkahnya, dan berbalik. "Iya, yang terbaik!"

Yang terbaik untukmu, batin sang pangeran.

Ara nyengir puas, memandang punggung laki-laki didepannya seraya berbisik,"Terimakasih suami ku, aku janji ini adalah hari pertama dan terakhir aku membuat mu kesal."

Setelah itu Ara tertawa, geli dengan ucapannya sendiri. Tapi dia tidak menyesal dengan perkataannya. Hubungan dirinya dan Pangeran Wang Wook, meskipun seumur biji kacang hijau yang dibagi tujuh, tetap harus berkesan.

***

Ara diperkenalkan oleh Wang Wook pada Guru Min. Ara membungkuk hormat.

"Wah, Anda pasti perempuan yaang tangguh," puji Guru Min. Jarang sekali seorang perempuan mau berlatih pedang, apalagi berinisiatif sendiri, apalagi istri seorang pangeran.

"Latih dia dengan benar dan hati-hati," pesan Pangeran Wang Wook sebelum meninggalkan Ara dan Guru Min, memberikan ruang bagi mereka berdua untuk menggunakan lapangan terbuka itu.

Kurang lebih dari hari menjelang pagi hingga siang, Ara melakukan pertarungan pedang bersama Guru Min secara bertahap, dengan jeda hanya minum dan berbincang ringan mengenai teknik bertarung.

Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang