Pangeran Baek Ah memainkan alat musik itu lagi, dengan lebih bersemangat dan berperasaan. Tentunya alunan musik yang terdengar pun lebih indah dari sebelumnya.
"Berapa nilai dari permainan ku yang pertama dan kedua?" tanya Pangeran Baek Ah setelah menghentikan gerakan tangannya.
Ara sedikit terkejut mendengar pertanyaan berisi permintaan itu.
Harus ya emang kasih nilai? Apa Lady Hae Ji se-pro itu sampai disuruh jadi juri? Ya udahlah. Whatever! Dari pada gue yang main.
Ara merapatkan bibirnya, berpikir sebentar. "Mmm, yang pertama sembilan dari sepuluh. Yang kedua, nilai sempurna. Sepuluh!" Gadis itu bersemangat, memamerkan seluruh jari tangannya. Dia harus menghargai kerja keras pangeran itu.
"Woah, apa kau bercanda? Haha." Pangeran Baek Ah tertawa, dia pikir nilai itu terlalu besar untuk diberikan kepadanya oleh seorang master seperti Hae Ji.
"Kenapa kau tertawa?" heran Ara seraya menaikan dahinya. Tidak tercetak jelas kerutan pada dahi gadis itu.
"Kau hanya ingin aku bahagia kan? Hha!" Tawa Pangeran Baek Ah berganti dengan
senyum samar dan smirk yang sulit diartikan.Tanpa peduli dengan raut wajah sang pangeran, gadis itu tersenyum manis. "Apa aku tidak boleh membuat mu bahagia? Hahaha." Kini Ara lah yang tertawa.
"Ji Ah!" Panggil Pangeran Baek Ah tiba-tiba memegang lengan Ara yang terbalut pakaian. Seketika tawa Ara berhenti.
"Kau selalu membuat ku bahagia. Tanpa kau berusaha keras sekalipun," ucap Pangeran Baek Ah yang sukses membuat gadis itu membeku sesaat.
"Keberadaan mu di sini adalah kebahagiaan bagi ku," batin sang pangeran.
Ah sumpah, harusnya kalimat diucapkan secara langsung, bukan hanya didalam hati. Laki-laki itu cukup menyesal dengan ketakutannya sendiri.Ara tersenyum mendengar hal tersebut, senang akhirnya dapat menemukan seorang teman di sini."Baiklah aku akan berusaha membuat mu bahagia agar kau menjadi orang yang paling bahagia."
Dia mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjuk seraya berpikir.
"Mmm, aku memberikan mu nilai seratus! Ah tidak-tidak, seribu. Mmm jika perlu satu juta, seratus juta, sa_"
"Cukup-cukup kau nyaris membuatku pingsan!" lirih laki-laki itu.
Ara tertawa melihat reaksi Pangeran Baek Ah yang berlebihan. Bibir laki-laki itu pucat dengan wajah memerah. Nampak menggemaskan hingga muncul lah sifat iseng Ara.
"Jika air laut pun menjadi tinta dan daun di seluruh dunia ini menjadi kertas nya, itu tidak akan cukup. Nilai mu tidak terhingga untuk ku," tutur Ara dramatis seperti membaca puisi di depan kaca rias, sangat berani.
Sedetik kemudian genggaman tangan itu terlepas dari lengan Ara, kepala Pangeran Baek Ah terjatuh di meja.
"Apa? Apa dia pingsan? Sensitif sekali perasaannya?" ucap Ara belum panik.
"Hey, hey, Baek Ah. Baek Baek!" panggil Ara menepuk-nepuk kecil pipi laki-laki itu. Lama kelamaan dia mulai panik.
"Baek Ah! Bangun. Tolong bangun lah. Aku tidak mungkin mengangkat tubuh mu nanti. Baek Ah! Hey, hey, Baek?!" Ara menggoyangkan setengah tubuh laki-laki yang terkapar di atas meja diantara mereka itu.
"Haa! Kau tertipu!" sungut Pangeran Baek Ah tiba-tiba terbangun.
Apa? Gue kena prank? Gue udah frustasi ngebayangin hukuman gantung!
Ara melongo sesaat. Bersama perasaan kesal, dia mencubit pundak sang pangeran karena kesal hingga sang empu meringis sambil tertawa.
Bisa-bisanya dia malah ketawa.
"Oh, sekarang kau berani mencubit ku lagi. Aku akan membuatmu geli setelah ini." Pangeran Baek Ah berdiri, memajukan diri dan mencondongkan wajahnya agar lebih dekat dengan gadis yang sudah menyengat kulitnya itu.
Tentu saja Ara menjauh, karena dirinya tipe orang yang mudah geli, meski hanya telapak tangan yang disentuh.
"Tidak-tidak cubit saja aku. Jangan di gelitik!" ucap Ara sambil menyerahkan punggung tangannya dari ke keberadaan Pangeran Baek Ah yang ada di sebrang meja.
Ara menggeleng,"Tidak, aku ingin leher mu." Kaki panjang laki-laki itu pun melangkahi benda yang menjadi perbatasan antara dirinya dan Ara.
AAA!!! JANGAN KISANAK. ITU BAGIAN INTI KELEMAHAN GUE!
Ara pun bangkit, kemudian berlari untuk menghindar. Sementara Baek Ah tidak menyerah agar bisa mendekat. Dua orang itu berakhir saling berkejaran mengelilingi meja yang hampir membelah setengah ruang pondok.
Entahlah permainan konyol seperti itu malah membuat Ara ingin tertawa, begitupun Pangeran Baek Ah, sang pelaku.
Keduanya berhenti setelah beberapa saat akibat lelah berlari sekaligus tertawa, dan hal tersebut membuat rasa lelah mereka menjadi dua kali lipat.
Dari awal laki-laki itu tidak berniat untuk menangkap Ara. Dia hanya pura-pura berlari untuk menakut-nakuti nya saja. Hal tersebut membuat dirinya seperti kembali masa lalu.
"Kau lelah?" tanya Baek Ah kepada Ara disampingnya.
"Kau juga kan?" Ara menghadapkan wajahnya pada laki-laki tampan yang tengah tersenyum itu.
"Kemari!" Tangan Pangeran Baek Ah terulur untuk mengusap keringat yang ada di kening Ara menggunakan sapu tangan putih yang sebelumnya telah dia keluarkan.
Ara mematung. Dia mengejap-ngejapkan mata dua kali, seolah tak percaya. Laki-laki tampan yang masih asing bagi Ara melakukan hal semanis itu padanya?
Entahlah. Jiwa Ara sedikit menolak karena merasa jika dirinya begini akan membebani Pangeran Baek Ah, karena laki-laki itu memperlakukannya seperti ini untuk sosok Hae Ji, bukan Ara.
"Bi-biar aku saja!" ucap Ara mengambil kain itu kemudian melanjutkan mengelap peluh dengan rasa gugup.
Masuk akal gak, gak gugup, diperlakukan kayak gitu oleh orang ganteng?
"Kau juga kan? Tapi aku tidak membawa sapu tangan." Tadinya Ara ingin membalas kebaikan sang pangeran.
"Tidak semua kebaikan kita akan dibalas oleh orang yang menerima kebaikan kita." Dahi Ara mengerenyit, kurang faham, tapi itu cukup terdengar logis ditelinga nya.
"Aku akan mengusap keringat ku dengan lengan baju ku," lanjut Pangeran Baek Ah seraya melakukannya.
Kini otak Ara faham penuh.
"Orang lain akan membalas kebaikan mu suatu hari nanti."Laki-laki itu mengangguk dengan senyuman yang tidak luput sedari tadi "Kau benar."
"Wow, sunset nya sangat indah," seru Ara setelah melihat ke depan.
"Apa? apa yang kau katakan?" Wajah Ara langsung beralih ke sumber suara yang membuat pertanyaan itu.
"O-oh, Maksud ku matahari terbenamnya sangat indah," jelas Ara sedikit tergagap-gagap akibat kecerobohannya, telah mengatakan kata-kata asing. Dia pun beralih ke pemandangan yang sama.
Pangeran Baek Ah tersenyum seraya berkata dalam hati,"Ada yang lebih indah di sini." Dia tersenyum setelah memperhatikan sampai wajah Ara dari samping.
Cantik, hidung mungil, meski kulit gadis itu putih pucat, namun tampak tetap menawan.
"Yaitu kau," lanjut Pangeran Baek Ah dalam batinnya.
***
Fuyyu*
Dugun-dugun gak?🙈
Tim #HaeJiBaek semakin berlayar
Tim #HaeJiWook? Karam kah? Wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead
Historical FictionAra seorang kpopers,bukan hal tabu jika ia penyuka visual oppa-oppa di luar sana. Suatu hari Ara menonton salah satu serial drama negara tersebut, yang menceritakan mengenai seorang cewek modern yang masuk ke dalam tubuh gadis bangsawan dan bertemu...