Yena tak berhenti mengaduk lattenya sedari tadi. Sore hari itu, seperti biasanya, Yena mengunjungi sebuah cafe yang selalu ramai pengunjung di depan perumahannya. Ia memang biasa pergi ke sana sendiri, karena ia ingin menenangkan pikirannya dari semua tugas sekolah yang cukup membuatnya sibuk nyaris setiap hari.
Yena memandangi mobil dan motor yang berlalu-lalang di jalan raya. Tak banyak yang ia lakukan kalau pergi ke cafe tersebut. Hanya memesan kopi, duduk di meja dekat jendela, dan mengamati kendaraan melintas.
Suara gitar dipetik mengalihkan perhatian Yena dari jalanan. Ah, live music akan mulai sebentar lagi rupanya.
Senyum Yena mengembang. Laki-laki itu ada lagi. Bersiap untuk bernyanyi, mengusir kesepian Yena di sore hari yang cerah itu.
Yena senang melihat laki-laki itu, yang kerap bernyanyi untuk cafe tersebut, menyanyikan beberapa lagu dengan perasaan yang dapat tersampaikan dengan jelas. Yena sendiri bingung mengapa ia tidak memilih untuk ikut idol atau semacamnya. Padahal Yena yakin laki-laki itu akan sukses jika berkarir di bidang tarik suara.
Tidak, Yena tidak mengenalnya. Hanya beberapa kali melihatnya bernyanyi di cafe tersebut, sering kali tatapan mereka juga bertemu.
Yena menggoyangkan badannya ke kanan dan ke kiri, mengikuti alunan musik dan suara indah sang penyanyi.
Gue harap saat-saat ini gak berlalu dengan cepat, pikir Yena.
Saat lagu habis, Yena dengan segera bertepuk tangan. Memberikan apresiasi kepada sang penyanyi. Jelas hal itu menarik perhatian laki-laki itu yang membalas Yena dengan senyum termanisnya.
"Kamu, yang tadi tepuk tangan buat saya," kata laki-laki itu.
Yena mengangkat kedua alisnya.
"Kamu mau nyanyi? Sama saya disini," tawar laki-laki itu.
Yena meringis dan menggeleng. Ia tidak mau menjadi pusat perhatian di sore harinya yang damai ini.
"Ayo, enggak usah malu-malu. Kamu bisa pilih lagu yang kamu mau," kata laki-laki itu.
Menyadari semua orang yang ada di cafe sudah menatapnya penuh harap, ditambah Yena tak mau membuat laki-laki itu kecewa karena ia menolaknya, Yena mendengus panjang dan berjalan menuju panggung kecil di sudut lain cafe tersebut.
Sang penyanyi menyerahkan 1 buah microphone untuk Yena.
"Mau lagu apa?" tanya laki-laki itu.
Yena mengetuk-ngetukkan kakinya. Ia sendiri tidak tahu ingin menyanyikan lagu apa.
"'Wishes' mau?"
"Yang mana?" tanya Yena bingung.
"Jamie Miller," jawab laki-laki itu.
Yena tersenyum tipis dan mengangguk. Oh, sungguh. Ia mulai merasa orang-orang di sekitarnya ini mendengarkan lagu-lagu yang ada di playlistnya. Atau jangan-jangan mereka mendengarkan lagu-lagu yang Yena buat di online playlist? Tak ada yang tahu.
Suara keyboard mulai memenuhi ruangan cafe. Semua mata tertuju pada Yena dan laki-laki di sebelahnya, mengikuti alunan keyboard.
"I'm throwing out, the page I found. The memory 'bout you and I."
Yena berdeham, bersiap menyanyikan lirik kedua.
"There's a time I dreamed about. The place we'll go on a summer night."
"So take me to your deepest heart... Now I really need proof to go on... 'Cause my life goes dark, when I know that I can never be your love oh-oh..."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cube Lover || ONEUS RAVN
FanfictionYena tidak pernah berpikir dirinya akan jatuh hati pada seorang kakak kelas super dingin dan misterius bernama Ravn. Dibalik sikap dingin Ravn, ternyata laki-laki itu memiliki masa lalu yang cukup kelam. Mampukah Yena meluluhkan hati Ravn? Apakah Ye...