15°C

62 11 0
                                    

Ravn mengerjapkan matanya berkali-kali diikuti dengan nafasnya yang menderu. Ia membuka mulutnya, berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Perlahan ia mengedarkan pandangannya dan jantungnya pun ikut kembali berdetak normal. 

Ravn menghela nafas panjang. Ia memejamkan matanya sebentar lalu duduk di atas kasurnya. Ia mengelap keringat yang membasahi punggungnya itu.

Ravn melirik jam dindingnya, waktu telah menunjukkan pukul 10 di pagi hari. Ravn mengusap wajahnya. Beruntung ini hari Sabtu, jadi bangun siang pun tidak masalah.

Mimpi itu lagi, pikir Ravn. 

Setelah menenangkan dirinya, Ravn beranjak dari kasurnya dan pergi ke luar kamarnya. Ravn tinggal di sebuah apartemen di dekat cafe miliknya. Apartemen itu terbilang cukup luas, namun tidak membuatnya harus berlelah-lelah membereskannya setiap hari.

Ravn mengambil jaket hitamnya yang ia letakkan sembarangan di senderan sofa di depan TVnya. Kemudian ia menuang segelas air mineral dan meminumnya.

Tak banyak yang Ravn lakukan di hari Sabtu. Biasanya ia hanya olah raga di taman apartemen selama kurang lebih 2 jam. Namun, karena ia bangun kesiangan, ia jadi tidak bersemangat untuk olah raga.

Ravn menatap ruangan unit apartemennya itu. Tatapannya datar, seolah sudah biasa merasakan sunyinya tempat itu.

Ravn memutuskan untuk pergi ke cafenya untuk membeli segelas kopi dan sarapan. Karena jaraknya yang dekat, Ravn langsung pergi tanpa mandi terlebih dahulu. Hanya berjalan beberapa langkah dan ia sudah sampai di cafe yang ia dirikan saat kelas 10, dibantu saudara-saudaranya.

Sepuluh menit berlalu, Ravn sampai di cafenya dan langsung pergi ke tempat pemesanan. Ia memesan segelas americano dan sebuah roti isi selai kacang.

Ia kemudian duduk di meja bernomor 12 dan meletakkan nampan berisi sarapannya di atas meja tersebut.

Dengan cepat Ravn melahap sarapannya, seperti sudah benar-benar kelaparan. Padahal semalam ia baru saja makan 1 kotak ayam goreng yang ia pesan.

Ponsel Ravn bergetar. Laki-laki itu merogoh kantong jaketnya dan mengecek notifikasi yang masuk.

Line
LeeHayoung: Rav, bisa antar gue, enggak?

Ravn mendengus. Segera setelah ia membaca pesan itu, ia mematikan layar ponselnya dan melanjutkan sarapannya yang damai itu.

Suara lonceng kecil diatas pintu cafe berbunyi, menarik perhatian Ravn ke pengunjung baru yang masuk ke dalam cafenya.

Ravn berhenti mengunyah. Matanya tak lepas dari pengunjung yang baru masuk itu. Ia mengedipkan matanya sekali, tetapi rasanya ia tidak bisa mengalihkan pandangannya itu.

Dia disini? pikir Ravn.

Ravn menenggak es kopinya dan mengelap mulutnya. Ia berharap pengunjung itu tak melihat keberadaannya. Karena keadaannya sedang sangat kacau. Mata yang membengkak, bibir yang pucat, serta wajah kusam. Oh, akan sangat memalukan jika orang itu melihat penampilannya sekarang.

Sayangnya, dewi fortuna sedang tidak berpihak padanya.

"Kak Rav?"

Ravn merutuk dalam hati. Mengapa Yena harus pergi ke cafenya sepagi ini? Apa gadis itu juga mau membeli sarapan? Atau hanya sekadar mampir, bertemu dengan temannya?

Ravn menengadahkan kepalanya dan tersenyum kaku.

Yena mengernyit. Laki-laki itu terlihat berantakan. Dalam hati Yena tertawa, wajah kakak kelasnya itu nampak lucu di matanya.

Ice Cube Lover || ONEUS RAVNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang