Epilogue

65 10 0
                                    

Suara kursi yang menghentak ke lantai tak beraturan memenuhi sebuah ruangan. Seorang gadis dengan tubuh gemetar dan keringat yang mengucur deras di leher dan punggungnya duduk di atas kursi tersebut. Kepalanya ditutupi sebuah kain, matanya diikat dengan kain, dan mulutnya ditutupi dengan lakban hitam.

Kedua tangan gadis itu terikat kuat dengan seutas tali di belakang kursi, begitu juga dengan kakinya. Oleh sebab itu, perempuan itu tidak bisa pergi kemana-mana. Ia hanya bisa meronta-ronta dalam diam sambil sesekali mencoba menjerit.

Perempuan itu berdoa dalam hati, berharap tidak ada sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya. Padahal ia hanya tengah menghabiskan waktu senggangnya dengan pergi ke cafe sendirian, malah ia berakhir di ruangan antah berantah ini.

Suara pintu kayu yang sudah mulai lapuk kini menusuk pendengaran perempuan itu. Nafasnya memburu dan adrenalinnya semakin terpacu. Gadis itu berusaha memperlampat dengan jantungnya agar tidak terdengar oleh orang yang baru saja masuk ke ruangan tersebut.

Orang itu membuka dengan kasar kain yang menutupi kepala gadis itu. Nyaris saja membuatnya memekik dalam diam.

"Well well well... Look who's here."

Perempuan itu memejamkan matanya, walau ia sendiri sudah tidak bisa melihat sekelilingnya karena kain yang menutupi matanya.

"How does it feel? Do you like it?"

Perempuan itu menggeleng dan kembali memberontak, berusaha melepaskan ikatan yang mengikat kedua tangannya walau ia tahu akan sia-sia.

"Shh... Shh..."

Orang itu, yang merupakan laki-laki, mengelus pelan pipi sebelah kiri gadis itu hingga membuat gadis itu merinding.

"Lo selalu mau saat-saat ini, jadi gue kabulin permintaan lo."

Ini orang ngomong apa, sih? Kalau gue lepas dari ikatan ini, gue habisin dia ditempat, omel gadis itu dalam hati.

Laki-laki tersebut menjauh dari tubuh sang gadis, entah pergi kemana tetapi hal itu memberikan waktu sejenak untuk gadis itu meraup oksigen sebanyak-banyaknya dari hidungnya.

Tiba-tiba, sebuah suara memekikkan telinga membuat nafas sang gadis kembali tercekat. Seperti ada suara benda yang berat diseret secara kasar di lantai hingga menghasilkan bunyi yang menyakitkan telinga.

Terdengar laki-laki itu menghentakkan pelan barang tersebut di samping tubuh si perempuan, kemudian ia berlutut di depan perempuan malang itu.

"Lo tahu gue siapa?" tanya laki-laki itu.

Perempuan itu hanya terdiam dan enggan menjawab. Ia takut salah menjawab dan malah merugikan dirinya sendiri.

"Ya, daedabhae," ketus laki-laki itu.

Perempuan itu masih diam.

"Jajjeungna," gumam laki-laki tersebut.

"Daedabharago," suruhnya.

Nafas perempuan itu semakin terasa berat. Bisa-bisa ia pingsan di tempat.

Laki-laki itu menghentakkan barang yang ia bawa dengan keras hingga gadis tersebut menggigil ketakutan.

"Ja-wab."

Gadis itu menggeleng cepat. Air mata sudah mulai membasahi kain yang menutupi kedua matanya, bahkan sudah mengalir ke pipinya.

"Oh, ya? Lo gak bisa ngenalin gue dari suara gue?"

Gadis itu kembali menggeleng.

"Oke, karena gue masih ada rasa manusiawi ke lo, gue akan buka lakban dan penutup mata lo. Tapi, janji lo enggak akan teriak. Kalau lo teriak satu kali aja..."

Laki-laki itu memukulkan benda yang ia bawa ke kaki kursi gadis tersebut.

"This thing will hit your head instead of your chair."

Gadis itu kembali mengangguk ketakutan. Ia terus menangis sampai hidungnya mulai susah digunakan untuk mengambil oksigen.

Laki-laki tersebut melepaskan lakban di mulut sang gadis, membiarkannya mengambil nafas sejenak. Kemudian ia melepaskan penutup mata gadis tersebut.

Perempuan itu mengerjapkan matanya perlahan untuk menyesuaikan matanya dengan pencahayaan di ruangan tersebut yang agak remang-remang.

Mata perempuan itu langsung tertuju ke laki-laki di hadapannya. Mulutnya terbuka lebar sementara matanya memancarkan sorot keterkejutan. Tubuhnya berhenti bergetar hebat begitu mengetahui siapa laki-laki di hadapannya itu.

"R-Ravn?"

Dengan senyum miringnya, laki-laki yang tak lain adalah Ravn itu mendekatkan wajahnya ke arah sang gadis hingga berjarak 5 cm.

Dengan senyum miringnya, laki-laki yang tak lain adalah Ravn itu mendekatkan wajahnya ke arah sang gadis hingga berjarak 5 cm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"You missed me, Lee Hayoung?"
______________________________________________________________________________

enggak nyangka bisa nyelesaiin another fanfiction T-T. terima kasih ya semuanya yang udah baca sampai epilog, aku bener-bener terharu karena banyak yang baca cerita ini (walau enggak semuanya ngevote, but it's okay. at least I can entertain you guys ;)). sampai disini dulu ya kisah Ravn si paling perfect yang susah kita semua gapai :D fanfic ini udah nunjukkin banget gak sih kalau aku ngebiasin parah Ravn? hihi, lewat fanfic ini aku nunjukin pov aku ke Ravn. laki-laki paling sempurna yang pernah aku liat (alay banget...) tapi bukan berarti anggota yang lain gak bagus loh ya, ini cuma karena aku lagi bucin aja sama Ravn :3 

anyway, ada good news nih! season 2 is still on process. jadi, buat kalian yang penasaran sama kelanjutan balas dendamnya Ravn, mari ditunggu season 2nya, oke? tapi, mungkin diupload agak lama karena aku ada hutang fanfiction lain hihih (bukan tentang ONEUS). ditunggu aja ya!

sampai ketemu lagi, dadah

bychiway

Ice Cube Lover || ONEUS RAVNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang