Hari demi hari, bulan demi bulan telah berlalu. Bulan Desember akhirnya datang secepat mata berkedip. Tak terasa sudah beberapa bulan Ravn tak melihat sosok yang biasanya menjadi penyemangatnya di sekolah itu.
Ravn melangkahkan kakinya dengan malas setelah memarkirkan motornya di basement apartemennya sepulang sekolah. Ia memencet tombol lift tempat lantai kamarnya berada.
Keheningan di dalam lift itu terasa mencekam, tetapi Ravn tidak mempedulikan hal tersebut. Setelah lift berbunyi dan pintu terbuka, Ravn berjalan keluar lift dan berbelok ke kiri menuju kamarnya.
Ravn merogoh kantong celananya dan mengeluarkan kartu yang kemudian ia tempelkan di gagang pintu untuk membuka pintu kamarnya. Setelah ia masuk ke unitnya, ia menutup pintu tersebut dan melempar tas serta sepatunya sembarangan.
Ravn menjatuhkan tubuhnya di sofa dan menghela nafas panjang. Hari itu terasa melelahkan untuk Ravn, padahal dirinya sudah menolak bermain basket bersama teman-temannya.
Ravn menyibakkan kupluk hoodie hitamnya. Kemudian, ia menoleh ke kanan, menatap sebuah bingkai foto yang belum lama ini ia letakkan di nakas tersebut.
Ravn meraih bingkai tersebut dan mengusap kaca pelindung foto tersebut.
Matanya menatap sendu satu wajah yang sangat ia rindukan. Akan tetapi, di dalam hatinya sudah tidak ada perasaan bersalah maupun sedih, melainkan amarah yang tak kunjung mereda.
Di sekolah, Chaerin dan teman-temannya masih berkeliaran dengan leluasa. Bahkan setelah kepergian Yena, gadis-gadis itu malah semakin menjadi-jadi setiap ada perempuan yang mendekati Leedo atau Ravn padahal hanya untuk meminta tugas ekstrakurikuler wajib.
Jelas Ravn selalu mengomeli Hayoung dengan sifatnya yang menjijikan dan mengerikan itu. Namun, ia tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya Hayoung benar-benar memanfaatkan jiwa Ravn yang masih terguncang itu.
Ravn menghela nafas panjang dan memejamkan matanya sebentar.
Na, gue kangen lo, ucap Ravn dalam hati.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, di pikirannya kembali terputar puluhan memori Ravn bersama Yena. Mulai dari kali pertama Yena menemui Ravn untuk memberikannya roti yang Leedo titipkan pada perempuan itu, sampai terakhir kali Ravn menemui gadis itu di taman perumahannya dengan keadaan yang mengenaskan.
"Ah, sampai kapan gue begini," gumam Ravn.
Ravn mengambil selembar kertas yang ada di atas nakas di samping sofanya dan membaca isi kertas tersebut.
Kertas tersebut adalah surat pernyataan Ravn telah diterima di perguruan tinggi swasta yang ia idam-idamkan. Melihat hal tersebut, senyum Ravn sedikit mengembang karena ia tak harus pusing-pusing memikirkan kelanjutan pendidikannya.
"Na... Gue harap lo bisa lihat ini... Lo bakalan bangga sama gue enggak ya?" tanya Ravn pelan lalu tertawa pelan.
Setelah selesai bernostalgia tentang Yena, Ravn bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamarnya. Ia berlutut di depan lemari bajunya dan kemudian menarik laci yang tersembunyi di lemari tersebut.
Dengan tatapan mata tajam dan raut wajah yang dingin, Ravn meraih benda berwarna hitam yang jumlahnya lebih dari 1 itu dengan tangan kanannya.
Ravn menatap benda itu lekat-lekat. Ia melingkarkan jari telunjuk dan ibu jarinya di gagang benda itu. Tak ada rasa ragu atau takut di hatinya, malahan ia sangat bersemangat untuk segera melancarkan aksinya itu.
Gue akan balas rasa sakit lo itu, Na, pikir Ravn.
Gue akan pastikan mereka-mereka yang buat lo jatuh gak akan bisa keluar dari pembalasan yang bakal gue lakuin.
______________________________________________________________________________

KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cube Lover || ONEUS RAVN
FanficYena tidak pernah berpikir dirinya akan jatuh hati pada seorang kakak kelas super dingin dan misterius bernama Ravn. Dibalik sikap dingin Ravn, ternyata laki-laki itu memiliki masa lalu yang cukup kelam. Mampukah Yena meluluhkan hati Ravn? Apakah Ye...