ALLARA'03

4.6K 218 21
                                    


    happy reading    


   Sepulang kuliah, Allara memutuskan untuk menghampiri Kaiden di kantornya. Kebetulan jarak dari kampus ke kantor Kaiden tidak terlalu jauh.

"Gue udah bilang kalo ngga ada yang penting ngga usah kesini" ujar Kaiden, namun perhatiannya tidak teralih dari laptop didepannya.

"Tapi kan ini penting, Kaiden" balas Allara santai, mendudukkan diri di sofa hitam di ruangan Kaiden. Dari ruangan ini, Allara bisa melihat pemandangan Jakarta dari ketinggian. Hampir 80% ruangan ini adalah kaca, jadi Allara bebas memandang luar dari sana.

"Apa yang penting?"

"Aku kangen" Kaiden langsung menatap Allara, sementara yang ditatap hanya tersenyum jahil.

Allara berdiri lalu menghampiri Kaiden.

"Kamu pake pelet ya?" tanya nya. "Tau ngga sih? Aura kamu itu bikin aku rasanya ngga bisa jauh” Allara mendudukkan diri di kursi depan meja Kaiden lalu menopang dagu menatap Kaiden yang sedang fokus dengan laptop nya.

Kaiden kapan jeleknya sih? Allara kan capek mleyot terus.

"Kamu kok ganteng banget?" puji Allara tanpa basa-basi. Melihat Kaiden dari jarak sedekat ini membuatnya tidak bisa menahan  diri

“Gue tau. Ngga usah gitu juga liatin nya”

"Emangnya kenapa? Ngga boleh?” Allara memajukan wajahnya hingga berada di samping layar laptop Kaiden, menarik perhatian Kaiden agar laki-laki itu melihat wajahnya.

"Iya” balas Kaiden singkat.

Allara memundurkan wajahnya, kembali ke posisi semula. Pegal juga lama-lama. “Kenapa ngga boleh? Aku kan cuma memuji ciptaan tuhan—OHH JANGAN-JANGAN”

“Apa?” potong Kaiden menatap Allara sekilas sebelum kembali pada layar laptop nya. Gadis itu masih dengan ekspresi ceria, selalu ceria.

“Jangan-jangan kamu salting tak tertolong yaa kalo aku liatin gitu?”

“Ngga” balas Kaiden singkat sambil menutup laptop dan menatap pada gadis didepannya. “Kurang-kurangin aja muji cowok kaya gitu”

“Iyaaa tapi kenapa harus dikurangin kalo bisa dilebihin? Kan kalo ngasih lebih itu sama kaya sedekah, sedekah bisa membawa kita ke surga, jadi—”

“Keliatan murahan, Allara” potong Kaiden karena pembahasan Allara sudah tidak jelas alurnya.

Allara berdecak. “Kamu berapa tahun?”

Kaiden menaikan sebelah alisnya. Kenapa tiba-tiba ganti topik? “23”

“Omaigaaat! Kamu udah dua puluh tiga tahun masih ngga bisa ngebedain? Sekali lagi biar heboh, KAMU UDAH DUA PULUH TIGA TAHUN MASIH NGGA BISA NGEBEDAIN?”

Kaiden meringis kecil mendengar lengkingan suara Allara. “Ngga usah teriak-teriak”

“IYA TAPI—”

“Allara”

“Iya iya...maaf—tapi serius? Kamu udah dua puluh tiga tahun masih ngga bisa ngebedain?”

“Ngebedain apa?”

“Ngebedain antara murahan sama memuji ciptaan tuhan” jelas Allara. “Dua hal itu tu, beda jauh, Kaiden. Kalo yang aku lakuin tadi itu, memuji ciptaan tuhan, bukan murahan”

“Sama aja”

“Bedaa”

“Sama aja”

“BEDA LAH!”

ALLARA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang