ALLARA'31

1.5K 112 5
                                    

 Happy reading

    Hari berganti, rotasi waktu kini terasa begitu cepat. Kaiden merapikan dasi sambil menatap pantulan diri di cermin.

Diliriknya sekilas Zoe yang masih terlelap. Perempuan itu berbeda dengan allara yang setiap pagi menyiapkan segala hal untuknya. Tapi kenapa juga kaiden jadi membandingkan dua perempuan itu?

Mau bagaimanapun sikap zoe, kaiden akan tetap mencintainya. Ya, sebut saja kaiden bodoh.

Laki-laki itu lalu menghampiri zoe, mengecup singkat kening perempuan itu sebelum meninggalkan kamar.

Allara memijat tengkuk nya, menatap diri sendiri di pantulan cermin wastafel. Akhir-akhir ini ia selalu merasa mual di pagi hari. Yang menyiksa adalah mual tetapi tidak memuntahkan apapun.

Allara jadi teringat Mama nya. Mungkin dulu saat mengandung juga merasakan hal yang sama. Ah, allara jadi merasa bersalah mengingat sering sekali ia membantah perempuan itu.

Perempuan itu lalu keluar dari toilet kamar nya, menunju dapur untuk membuat teh hangat. Teh hangat di pagi hari bukan ide buruk. Minuman tersebut juga bisa meredakan mual yang allara rasakan.

Namun belum juga sampai dapur, bel rumah berdenting membuat allara mengalihkan tujuan nya.

Perempuan itu hendak menutup kembali pintu begitu melihat siapa yang datang padanya, tetapi sepertinya ia kalah cepat karna kaiden lebih dulu meletakan kaki agar pintu tidak bisa tertutup.

Allara menghembuskan nafas lalu terpaksa mengalah. Dibukakan nya pintu agar kaiden bisa memasuki apartment.

“Mau apa pagi-pagi kesini?” tanya allara. Perempuan itu kembali menutup dan mengunci pintu. “Nitipin Zoe? Udah ngga perlu repot-repot manggil, nanti gue kesana agak siangan. Lo—”

“Gue kesini mau ketemu sama lo” sela Kaiden membuat allara langsung menatap nya tetapi tidak lama, hanya sepersekian detik kemudian kembali menatap ke arah lain.

“Gue mau ketemu sama lo, allara” ulang kaiden dengan menambahkan nama perempuan itu. Ucapan yang membuat allara kini benar-benar menatapnya.

“Kenapa, kangen?” tanya allara. Perempuan itu lalu berjalan menuju ruang tamu, mendahului kaiden membuat laki-laki itu mengekori nya.

“Iya, gue tau sih gue emang ngangenin. Udah, ga usah gengsi. Ngaku aja, bilang jujur lo emang kangen kan sama gue?”

Allara mendudukkan diri di sofa putih miliknya. Bersedekap dada lalu menatap kaiden yang berdiri di hadapan nya.

Kaiden terkekeh kecil. Ia merunduk, mengusap-usap puncak kepala allara lalu duduk di sebelah perempuan itu dengan pandangan yang tak lepas dari retina jernih milik allara yang hanya ada ia dalam pantulan nya.

Laki-laki itu mendekatkan wajahnya. “Iya, gue kangen”

Allara menjauh, memalingkan muka ke arah lain. “Apaan sih orang bercanda” Tapi kaiden bisa melihat jelas rona merah di wajah perempuan itu.

Kaiden sialan! Kenapa laki-laki itu berkata demikian? Sudah, cukup. Tolong hilangkan kaiden dari hadapan nya sekarang juga agar allara bisa bebas berteriak. Sangat tidak sopan tiba-tiba berkata seperti itu setelah segala sikapnya kemarin-kemarin.

Tahan, allara. Masa segitu aja baper? Big no!

“Gue ga pernah bercanda soal apa yang lagi gue rasain” ucap laki-laki itu.

“Ya, ya, terserah!” Allara beranjak dari duduk nya. Berdekatan dengan kaiden saat ini bahaya untuk kesehatan jantung nya.

“Mau kemana?”

ALLARA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang