selamat bulan september!
ga terasa absen update lama banget hshs, sorryyyy
but semoga part ini bikin kangen nya terobati ya!
Happy reading
Jam menunjukan pukul 02.47 Aroma mie instan menyeruak memenuhi dapur minimalist yang kini hanya mendapat cahaya dari lampu kitchen set.
Ziva tidak bisa tidur jika ia lapar. Baru saja hendak menyuap tetapi bel membuatnya kembali meletakan garpu.
“Lah? Lo pulang?”
“Allara dimana?” tanya Kaiden sembari melewati Ziva begitu saja.
Ziva mengerti sekarang. Tadi sore Kaiden menanyakan Allara karna perempuan itu tidak membalas chat nya. Mungkin setelah tahu Allara sakit, Kaiden langsung memutuskan untuk pulang.
“Di kamarnya” jawab Ziva sambil kembali mengunci pintu.
—
Kaiden membuka pintu kamar secara perlahan, ia langsung melihat Allara yang tengah tertidur pulas.
Tidak langsung menghampiri Allara, laki-laki itu pergi ke toilet untuk membersihkan badan dan ganti baju, mengingat dirinya baru dari luar.
Setelah semuanya dirasa sudah bersih, Kaiden duduk di sebelah Allara. Laki-laki itu menatap wajah damai istrinya. Dirapihkan nya helaian rambut yang menutupi wajah Allara, lalu mengecup singkat kening perempuan itu. Hangat. Kaiden bisa merasakan nya.
Kecupan yang hanya beberapa detik saja ternyata memberikan efek bagi Allara. Perempuan itu terbangun, menatap Kaiden menilik-nilik lalu langsung tersenyum lebar ketika menyadari siapa dihadapan nya.
“Kaideen” Perempuan itu mendudukkan dirinya dan langsung memeluk Kaiden.
Kaiden tersenyum tipis, laki-laki itu membalas pelukan Allara, mengusap-usap punggung perempuan itu sambil merasakan hembusan nafas panas di lehernya.
Allara menjauhkan badan tetapi tetap mengalungkan tangannya di leher Kaiden “Kamu kok ngga bilang sama aku kalo mau pulang? Kan aku bisa nyiapin dulu makanan atau jemput kamu di bandara”
“Biar surprise”
“Tapi kan aku udah niat dari lama, kalo kamu pulang mau aku jemput di bandara” ujar Allara. “Emangnya kenapa kamu tiba-tiba pulang? Bukannya masih harus sebulan lagi?”
“Kata ziva lo sakit”
“Mana? Buktinya aku sehat gini”
“Suara serak, idung merah, nafas panas, itu yang lo bilang sehat?” tanya Kaiden. “Ayo periksa”
Allara menggeleng, melepaskan diri dari Kaiden. “Ngga mau. Nanti juga sembuh sendiri. Ini ma paling cuma gara gara cuaca aja. Kan sekarang cuaca nya lagi ga jelas. Paginya cerahh, malemnya ujan”
“Oh, gue mau nanya sama lo”
“Nanya harus bayar” kekeh Allara
“Pasti gue bayar, berapapun yang lo mau”
“Ih bercanda! Mau nanya apa emangnya? Tumben kamu mau nanya? Kamu udah mulai kepo ya sama aku?”
“Ngapain lo kerja?” Allara seketika terdiam, membuat Kaiden menatap nya semakin dalam. “Gue kasih izin?”
Allara menggeleng. “Aku gabut kalo diem terus”
“Uang yang gue kasih kurang?” Allara menggeleng cepat. “Terus?”
“Iya maaf, harusnya ngga usah kerja, apalagi tanpa seizin kamu. Kamu juga pasti ngga suka kan aku kerja?”
“Iya emang. Bukan masalah apanya, tapi liat sekarang, tau kan akibat ga nurut sama suami? Sakit. Kalo udah gini siapa yang mau ngurus? Yang punya toko roti?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLARA [TERBIT]
Художественная прозаSuka kepada seseorang berarti harus siap dengan segala resikonya. Dikandang paksa menikah tidak pernah ada dalam perkiraan allara. Mulanya, ia setengah hati, tapi begitu tahu laki-laki yang akan dijodohkan dengannya adalah seseorang yang ia cinta d...