votee nya jangan lupa yaaa
Happy reading
Entah ada apa dengan senin, setiap pagi berperang dengan waktu. Bangun kesiangan lah, lupa ngerjain tugas lah, dan ini itu lainnya. Senin. Hari yang membuat allara malas menjalaninya. Sayangnya, dunia ini bukan miliknya, tidak semua yang ia inginkan bisa ia dapat begitu saja, salah satunya gelar sarjana.
Semua butuh proses.
Mungkin, begitupun hubungan nya dengan kaiden?
Semenjak kejadian semalam, beban pikiran nya seolah hilang, tetapi keraguan semakin kuat menguasai allara.
Ia semakin ragu untuk berpisah dengan kaiden. Namun, ia sudah menerima perjodohan dengan aariz. Apa kata keluarga? Allara pasti mendapat sebutan bodoh untuk kedua kalinya.
Untuk apa menerima orang yang sudah menyakitinya?
Tapi, bukan kah itu hanya masalalu? Mungkin saja kesempatan kali ini akan dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh kaiden?
“Kalo ngelamun terus tugas lo ga bakal beres” Allara tertarik ke dunia nyata. Ziva mendudukkan diri di depan perempuan itu. Keduanya sengaja pagi-pagi begini datang ke perpus untuk mengerjakan tugas sebelum kelas dimulai.
“Udah selesai, tinggal di print”
“Lo pasti lagi kepikiran soal hubungan lo ya?” Ziva ini entah mahasiswa atau cenayang. Tebakan perempuan itu sempurna. Benar.
Namun, Allara menggeleng. “Engga”
“Jangan coba-coba boong sama gue, Ra. Gue ga setaun dua taun sama lo” ujar Ziva. “Mau cerita?”
Entah kali keberapa allara bersyukur memiliki sahabat seperti ziva. Tidak semua orang seberuntung dirinya. Diperhatikan, ada seseorang yang menawarkan diri untuk menjadi tempat keluh kesahnya.
“Gue bingung, Ziv” Allara menatap Ziva beralih pada tangan nya di sebelah laptop. “Gue sakit hati sama kaiden, otak gue bilang gue udah bener dengan keputusan gue, nerima perjodohan sama ezar. Tapi, disatu sisi hati gue juga ragu. Hati gue masih pengen sama kaiden. Ngga rela harus pisah sama dia. But, gue pengen bahagia. Gue takut memulai lagi sama dia”
Ziva paham betul bagaimana perasaan allara, karna ia pernah ada di posisi perempuan itu. “Gue rasa, soal ini lo harus pikirin secara baik-baik, karna ini tentang pernikahan, hubungan yang sakral”
“Menurut gue, ada baiknya saat ini lo ikuti pikiran lo, bersikap sebagaimana logika. Emang setelah lo kasih kesempatan kedua dia bakal berubah? Pasti dia kaya gitu?”
“Lo jangan gampang terbuai sama sikap manis kaiden, dia juga awalnya gitu, kan? Tapi see? Dia bisa setega itu sama lo. Cinta boleh tapi jangan bego, allara. Menurut gue, udah bener lo sama siapa—aariz? Gue rasa dia jauh lebih baik daripada kaiden”
“Gue bener-bener bingung”
“Solat, minta petunjuk sama allah”
Allara menatap ziva membuat ziva mengerutkan kening, balik menatapnya.
“Tumben” ujar allara. Teringat dulu, ziva pernah memberi saran kepadanya; kalo punya pacar jangan satu, harus punya cadangan.
Mendapati saran seperti sekarang tentu heran. Meskipun allara tidak sepenuhnya serius.
—
“Jangan ngalangin jalan, bisa ga? Gue mau pulang, kaiden” Allara mematap kaiden kesal. Laki-laki itu berhadapan dengan allara, kemana allara akan pergi, ia langsung menghadangnya.
“Iya, ayo pulang sayang. Aku anter”
“Ga usah sayang-sayangan”
“Kenapa? Hak aku. Udah ayo, sekalian makan siang. Kamu mau makan apa? Mau sekalian jalan-jalan dulu ngga?”
“Engga. Udah—awas deh, kaiden. Gue tuh lagi cape, jangan bikin emosi”
“Kalo cape istirahat, bukan marah-marah”
“Kaiden, lo mau gue telen?”
“Silahkan aja kalo bisa. Badan lo sama gue aja, gedean gue”
“Body shaming. Ga boleh gitu tau! Udah awas, mau lewat”
Kaiden kembali menghadang allara, membuat perempuan itu mendorong dada nya sedikit.
“Kai—”
Cup
“Kamu kalo marah makin lucu, sayang”
Idih, apa banget. Kenapa juga allara deg-degan sekarang?
—
Setelah paksaan dari kaiden, kini ia dan allara berada di salah satu restoran ibu kota. Selesai makan siang.
“Kenyang?” Allara mengangguk menjawabnya.
“Tidur jam berapa semalem?”
“Kenapa tiba-tiba nanya itu?”
“Kamu keliatan kurang istirahat. Pasti cape ya ngejar tugas?” Allara mengangguk. “Maaf”
“Bukan salah lo”
“Besok kita ke makam anak kita, mau? Kalo kamu ada waktu, dan kalo kamu udah siap”
“Sejak gue mengandung dia, gue udah siap dengan apapun yang terjadi kedepannya, termasuk saat dia ga bisa gue peluk, saat dia harus pergi”
Kaiden tersenyum tipis. “Aku baru tau ada perempuan sehebat kamu, Alla”
“Kaiden, stop omong kosong, keputusan gue udah mutlak buat pisah sama lo, jadi ga perlu bersikap manis buat bujuk gue”
“Aku cuma mau memperbaiki hubungan antara kita, ga harus bujuk buat ngga jadi cerai, kan?”
689 words
10 februari 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
ALLARA [TERBIT]
Fiksi UmumSuka kepada seseorang berarti harus siap dengan segala resikonya. Dikandang paksa menikah tidak pernah ada dalam perkiraan allara. Mulanya, ia setengah hati, tapi begitu tahu laki-laki yang akan dijodohkan dengannya adalah seseorang yang ia cinta d...