10. Accident

263 29 4
                                    

(⁠✯)_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_^+⁠_⁠+^_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_(✯)


Dalam 15 tahun hidupnya, Scorpius selalu mendapat apa pun bahkan saat dia tak menginginkan. Harta, image, charm appeal, popularitas. Dengan sendirinya orang-orang datang dan mengikutinya. Hadir begitu saja seperti aliran udara.

Mereka menempatkan Scorpius lebih tinggi, dengan harapan mendapat sedikit atau banyak keuntungan sebagai 'teman Malfoy'. Terdengar penjilat sekali bukan? Tapi Scorpius tak mempermasalahkan. We're Slytherin, right? Bagi Slytherin hal itu bisa disebut bakat. Hanya saja semua itu semakin terasa membosankan.

Satu hal yang tak bisa dipungkiri. Yaitu keinginan mempunyai teman yang melihatnya sejajar. Bukan hanya mengikuti dari belakang. Orang yang setara. Punya prinsip dan kebanggaan. Lalu Scorpius menemukannya pada sosok Albus Potter setelah beberapa tahun berselang.

Albus Potter melewati tahun pertama yang bagai neraka mengingat dia belum bisa menerima jika dia adalah Slytherin. Seiring waktu, jati dirinya mulai terlihat. Dia cerdik, ambisius, pandai bicara hingga menarik perhatian sekitar. Jangan lupakan– 'manipulatif'. Sendirian, dia mulai membuat tempat di Slytherin, dan mendapat pengakuan.

Membuat Scorpius diam-diam menginginkan Albus dalam lingkaran pertemanannya. Sayang, Albus Potter sepupu Rose Weasley. Itu membuatnya terlarang karena gadis itu pun 'terlarang'.

Kemudian tanpa diduga suatu momen membuat keinginannya terwujud. Tepat seperti perkiraan. Albus adalah teman yang menyenangkan.

Meski akhirnya teman tetap hanyalah orang luar. Ikatan mereka bisa terputus dengan mudah oleh ikatan keluarga. Tanpa ragu Albus membela sepupunya dan berhenti bicara dengannya.

Apa Scorpius kecewa? Ya tentu. Merasa kehilangan? Sulit diakui, tapi ya. Itulah kenapa mood-nya tak pernah tersetel dengan baik belakangan. Tapi dia Scorpius Malfoy. Ada image yang harus dijaga.

Dia bersikap seolah tak terganggu dengan perubahan itu. Menanamkan, ada tidaknya Albus Potter, not big deal. Tapi sadar atau tidak, gairahnya tak lagi sama. Seringkali ia merasa jenuh.

Jenuh menanggapi jokes teman-temannya, walau sesekali dia masih ikut menyeringai. Jenuh dengan undangan nakal gadis-gadis yang kerap kali dilayangkan. Entah yang tersirat ataupun terang-terangan. Bahkan jenuh memancing pertengkaran dengan Rose Weasley. Apalagi jelas sekali cewek kutu buku itu mati-matian menghindarinya.

Terkadang kesunyian terasa lebih menenangkan. Beberapa waktu, Scorpius memisahkan diri dari kelompoknya, dan tenggelam dalam hening. Entah hanya berbaring di rumput dekat danau hitam, atau merasakan belaian angin dari atas pohon yang juga masih di dekat danau hitam. Atau seperti sekarang, di atap menara astronomi. Berbaring menatap arakan awan, tanpa perlu ada yang dipikirkan. Scorpius menikmati kekosongan itu.

Saat matahari kian terik dan terasa semakin membakar, Scorpius menarik diri. Matanya tak lagi mampu menantang sengatan sang Surya. Toh dia sudah harus kembali. Jadi Scorpius bangkit, menepuk jubah dan celananya.

Time to great hall.

Menara astronomi terletak di bangunan yang berbeda dari menara utama. Karenanya dia harus menyebrang halaman untuk ke aula besar. Saat itu sosok Rose Weasley berjalan di sepanjang lorong bersama Evan Kim. Scorpius mendengkus kesal lalu melanjutkan langkah.

Sialan! Tangga yang membawanya ke Great Hall mendadak bergeser. Membuat perjalanannya lebih lama dari yang seharusnya. Di ujung tangga atas, Scorpius melihat Albus yang terlihat berkonsentrasi menuruni tangga sambil membawa pot lumayan besar. Sepertinya proyek herbology yang belum sempat dia pindahkan ke rumah kaca.

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang