47. Last Meeting

149 20 3
                                    


"Tidak bisakah kita langsung masuk? Tak ada jalur VIP?"

"Berhenti merengek Scorpius. Ini tak akan lama?"

"Tapi apa yang kita lakukan di sini bersama orang-orang ini?"

Saat ini mereka berada di tengah-tengah barisan. Menunggu giliran untuk masuk ke suatu ruangan.

"Nonton. Ada film Amerika yang sedang hype. Sepertinya bagus. Aku ingin menontonnya."

"Nonton? Like theater? Heck! Kita kencan dengan cara membosankan begitu?".

"Oh, shut up! Lihat saja dulu. Diam dan makan ini." Rose menjejalkan berondong jagung agar Scorpius berhenti mengoceh. "Ayo, saatnya cari tempat duduk."

Sekitar dua jam kemudian, orang-orang keluar. Film telah usai. Sepertinya kisah yang sedih. Karena tak sedikit penonton berwajah sembab. Beberapa bahkan masih terisak.
Termasuk Rose.

"There, there." Scorpius menepuk kepala Rose yang sedang sibuk mengusap air mata di wajahnya. "Harusnya kita tidak nonton ini tadi. Kenapa kau mudah sekali terbawa cerita."

"Diam, Scorpius bodoh. Dasar tak punya hati," omel Rose dengan suara parau. "Kau benar-benar tak tersentuh ya? Hati baja," tambahnya sarkas.

"Hah,"Scorpius mendesah. "itu hanya cerita. Aktornya juga tak benar-benar mati. Tapi ...."

Rose batal mengomel, karena Scorpius masih melanjutkan.

"Aku suka ceritanya. Dan lagu penutupnya. 'I'll never love again'. Seorang untuk satu dan selamanya. Perasaan semacam itu, rasanya aku bisa mengerti."

"Scorpius ...." Rose menatap kekasihnya lekat.

"Ya, babe?" Scorpius menampilkan ekspresi lembut. Layaknya tokoh gentleman di cerita romantis.

"Kau cheesy," ujar Rose datar dan segera melenggang pergi.

"Hei, aku ini romantis!" balasan tak terimanya tak dihiraukan. Scorpius segera menyusul langkah.

Kencan mereka berlanjut. Rose benar-benar mengajak Scorpius berkencan ala muggle. Naik transportasi umum. Menyewa sepeda untuk berkeliling kota-- yang mana Scorpius langsung bisa dalam sekali coba.

Melahap burger sebagai makan siang dan eskrim untuk dessert. Juga bersenang-senang di arcade.

"Bagaimana? Dunia muggle menyenangkan, bukan?"

Hari menjelang sore, ketika mereka rehat di taman kota. Di sebuah lapangan luas berumput. Berbaring bersisian. Beralas selembar kain yang disiapkan Rose.

"Lumayan."

Komentar singkat itu membuat Rose merengut. "Oh, iya sih. Pasti lebih menyenangkan kencan-kencanmu dulu. Yeah, aku kan masih amatir. Beda sama kau yang expert dalam berkencan."

Scorpius terbengong mendengar rentetan kalimat sinis itu. Mengubah posisi dengan menumpu berat pada satu sisi tubuh. Agar bisa melihat lebih jelas wajah si gadis.

"Kenapa marah? Aku kan tidak bilang ini tidak menyenangkan?"

"Dan kau tidak menyangkal kalau kencan-kencanmu dulu lebih menyenangkan?"

Scorpius hampir terkekeh. Dan harus ditahan jika tak ingin kekasihnya makin uring-uringan.
"Hei ...." panggilnya selembut mungkin.

Rose hanya diam, tetapi tatapan matanya seakan berkata, what? dengan ketus.

"Aku baru tahu kau punya sisi yang seperti ini."

Mata Rose menyipit tajam. "Yang ternyata menyebal--"

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang