34. Before Christmas

300 26 20
                                    


Hampir semua angkatan 3 sampai 7 tak menyiakan akhir pekan dengan mendekam di kastil. Apalagi ini kunjungan ke Hogsmaede terakhir sebelum libur natal. Harus dimanfaatkan. Mencari sesuatu yang akan digunakan untuk acara tukar kado, misalnya. Atau untuk menikmati momen bersama pasangan sebelum mereka berpisah sementara. Bisa juga buat yang ingin sekadar jalan-jalan.

Di antara yang terpaksa tinggal atau memilih tinggal, Rose dan Scorpius ada di opsi ke dua. Jika ikut kunjungan ke Hogsmaede, mereka harus berjalan sendiri-sendiri. Karena itu tetap di kastil adalah pilihan terbaik. Meski bukan berarti mereka bisa berkeliaran bebas di dalam Hogwarts.

Rose tetap ingin berhati-hati. Mereka memilih berada di area hutan yang masih di dekat kastil. Tepatnya, dudukan batu, depan danau di mana Scorpius mengutarakan perasaannya. Suhu udara cukup dingin. Tapi, Scorpius mendapat kiriman batu panas yang jika ditaruh dalam saku baju, akan menghantarkan panas ke tubuh. Singkatannya membuat baju mereka menjadi penghangat otomatis.

"Rasanya aku tak ingin pulang, libur nanti," lirih Rose. Gestur dan nadanya sama-sama lunglai. Dia menumpukan seluruh berat badan pada dekapan tangan Scorpius.

"Lily dan James masih dingin padamu?"

Kepala Rose menggeleng, menggesek dada Scorpius. "Lily memang masih tak bicara padaku, tapi James sepertinya bisa mengerti. Kami berbaikan kemarin."

Scorpius tampak sedikit tertegun. "Benarkah?"

Rose mengangguk sebagai jawaban.

Cukup mengejutkan, James secepat ini mau mengerti. Mengingat pembicaraan terakhir mereka tak selesai dengan baik. Bahkan, Scorpius sudah bersiap untuk konfrontasi berikutnya.

"Jadi masalahnya pada Lily?"

Rose mengembuskan napas berat. "Scorpius, kami begitu akrab. Tak pernah sedikitpun terlintas, hubungan kami jadi seperti sekarang.  Jika sikap Lily tetap seperti ini, bahkan di depan semua keluarga, tak bisa kubayangkan berapa banyak pertanyaan akan terlontar. Dan, menurutmu bagaimana aku bisa mengatasinya?"

Meski mengerti keresahan hati sang kekasih, tapi Scorpius tak punya solusi. Tepatnya, solusi yang ia berikan tak akan sesuai dengan kepribadian dan pastinya prinsip Rose. Karena, jika dia yang dalam posisi itu, Scorpius akan bersikap egois dan apatis. Dia tak akan peduli bagaimana perasaan orang lain. Hanya akan fokus pada kebahagiaan serta kenyamanannya.

"Apa kita tetap di sini saja?" Hanya itu yang bisa Scorpius tawarkan.

"Hah? Tidak, tidak." Rose menarik diri dari rengkuhan. Kini mereka bicara sambil menatap.

"Aku tak mungkin tak pulang."

"Kenapa?"

"Tak ada alasan untuk tak pulang, Scorp. Justru, malah makin memancing kecurigaan. Keluargaku pasti bertanya-tanya. Lagipula, sebenarnya aku suka Natal. Aku suka berkumpul dengan semuanya."

"Oh." Suara Scorpius mendadak dingin. "Aku tak cukup jadi alasan untuk kau tinggal ternyata."

Mendengar respon itu, dahi Rose mengernyit. Terlebih ketika Scorpius mengalihkan pandangan ke depan dengan raut masam.

"Kau marah?"

"....."

"Scorpius? Yang benar saja." Rose hampir terkekeh. Tapi dia menahannya dengan menggigit bibir bawah.

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang