"Merry Christmas!"
"Merry Christmas!"Ruang makan di The Burrow riuh dengan sahutan ucapan natal. Meja panjang hampir memenuhi ruangan. Berbagai hidangan tersaji, menunggu disantap. Pohon natal menjulang di pojok dengan hiasan gemerlap. Hampir menyentuh langit-langit.
Perayaan Natal bersama di The Burrow diadakan tanggal 28 Desember. Karena tepat tanggal 25 mereka merayakannya bersama keluarga masing-masing.
"Kau sudah putuskan mau apa setelah lulus, James?" Ditengah dentingan perkakas makan, Harry Potter membuka obrolan orangtua-anak.
"Hemm ... sebenarnya beberapa klub menawariku bergabung."
Tentu saja topik klub di sini adalah Quidditch. James benar-benar serius ingin menggeluti liga profesional.
"Lalu?" Harry menyuap kalkun panggang yang sudah ia celupkan dalam giblet sauce.
"Well ... aku ingin menimbang beberapa lama lagi, Dad. Meski—" Ia berhenti sejenak. "Pilihanku condong ke Ballycastle."
"What?" Albus nampak terkejut. Dia meninggalkan daging lembunya sejenak. "Bally? That Bats?"
"Yup. Ballycastle Bats".
"Bukannya grup favoritmu
Puddlemere? Dan Bally sekarang cukup lemah. Krisis pemain pula. Kau yakin ingin ke sana?" Keheranan Albus dilanjutkan oleh Fred.James menelan makanannya sebelum menjawab. "Yep. Soalnya, Luca Brees jadi pelatih di sana mulai musim panas kemarin. Dilatih olehnya adalah salah satu mimpiku. Coba dengar ...." Lagi-lagi dia menjeda. Kedua siku bertumpu di meja. Alat makan dalam genggaman teracung. "Dengan pelatih Luca, lalu masuknya aku. Jika kami bisa membawa tim kelas bawah itu menjuarai IQA*—bukankah akan jadi cerita menakjubkan dalam sejarah. Aku akan jadi pahlawan tim dan dikenal sebagai James Potter. Hanya James Potter tanpa embel-embel anak Harry Potter." James mengakhiri pernyataan dengan mengedipkan mata ke arah Harry.
Antusiasme James meluap. Semua yang mendengar bisa merasakan betapa optimisnya ekpektasi itu. Sampai ....
"Jika bisa," celetukan Rose yang datar perlahan menurunkan suasana yang tadinya penuh semangat. Dia mendapat tatapan sebal James.
"What?" Rose menaikan kedua tangan dengan gestur bertanya.
"Kau benar-benar mood breaker!"
"Apanya?"
"Setidaknya kau bisa memberikan kata-kata dukungan, sayang. Impian James sangat bagus, bukan?" Nenek Molly memberi sedikit wejangan yang diiyakan oleh semua orang.
"Tentu Nek. Aku tak bilang impiannya buruk kok."
"Tapi celetukanmu menyebalkan!" James masih menggerutu.
"Aku cuma bilang fakta. Jika bisa, ya bagus. Kan kau juga belum bergabung. Pusingkan saja dulu NEWT-mu."
James batal membalas meski bibirnya sudah terbuka. Yeah. NEWT. Neraka sebelum lulus. Sialnya kurikulum pendidikan mengalami beberapa perubahan yang juga mempengaruhi profesi. Jika dulu, bergabung di liga pro hanya perlu kemampuan. Sekarang, kau harus lulus dan punya ijazah. Apalagi James mahir di sedikit pelajaran. Untuk lulus setidaknya kau cuma boleh punya dua nilai dreadful.
"Kurikulum sial!" umpat James setengah sadar.
Dibalas dehemen dari Hermione. James langsung nyengir. Pencetus perubahan kurikulum itu tak lain Hermione sendiri.
"Kids, mungkin kalian pikir belajar banyak hal itu sia-sia jika kita telah menguasai satu kemampuan. Tapi itu salah. Percaya lah. Belajar banyak hal, tahu banyak hal, mengembangkan kemampuan berpikir itu perlu untuk kehidupan kalian nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Incurable Disease
FanfictionScorpius telah diultimatum sang ibu, agar tidak berurusan dengan Rose Weasley. Apalagi sampai menjalin hubungan tertentu. Tanpa tahu latar belakang, larangan tersebut, Scorpius mengiyakan. Rose Weasley. Gadis kecil berambut merah mengembang berantak...