38. Letters

164 25 6
                                    

Albus keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai celana training. Handuk yang menutupi rambut belum difungsikan dengan benar. Butiran air mengalir jatuh membasahi dada dan punggung telanjangnya.

Tampak si kawan sekamar tengah duduk dengan sebelah kaki menekuk dan menjejak di kursi. Tangan kiri menyangga sisi wajah, kanan memutar pena bulu. Melongok sedikit, hanya terlihat perkamen kosong di meja.

"Apa yang kau kerjakan? Tumben sampai kebingungan begitu? Bukannya semua tugas sudah selesai?" tanya Albus beruntun. Kali ini handuknya berfungsi semestinya. Saat rambut tak lagi kuyup, dicampakkannya benda itu ke kasur. Menarik sebuah kaus dari lemari untuk membungkus tubuh.

"Surat."

Jawaban singkat itu tak memuaskan kekepoan Albus.

"Surat? Untuk orang rumah?"

"Hem."

Lagi-lagi dijawab super singkat.

Albus mengambil hair dryer, mencolokkan kabel dan menjentikkan tongkat. Dia duduk di kasur dengan hair dryer yang melayang di sekitar kepala. Sementara, suara bising benda itu mengisi ruang.

Lima menit kemudian, Albus kembali menjentikkan tongkat untuk membuat pengering rambutnya berhenti bergerak. Mencabut kabel, tapi tidak—belum—mengembalikan benda itu di tempat semula.

Dia berjalan ke arah meja tempat Scorpius termenung, sembari menyugar rambut. "Memang apa yang kau ingin kali ini? Hal yang sulit untuk diminta?"

"Rose."

"What?!" Muka Albus seketika berkerut. "Oh man, come on! Cerita yang jelas!" Ditampiknya tangan Scorpius sebelah kiri, agar lelaki itu menghadapnya dan berhenti berkata sepotong-sepotong.

Akhirnya Scorpius menceritakan rencananya dengan Rose. Sebelumnya dia sudah menceritakan soal pertemuan pertamanya dengan Rose dan masalah ibunya yang serupa dengan Mr. Weasley.

"Begitu? Ya bagus sih. Lalu, kenapa masih bingung?"

"Karena aku tak tahu, 'perlahan dan samar' yang dimaksud Rose itu seperti apa? Aku bukan pujangga, Al. Aku juga tak terbiasa menulis hal seperti ini."

Memahami keresahan sohibnya, Albus termenung sebentar.

"Mate." Ditepuknya pundak Scorpius sekali. "Kenapa tak kau buat simple. Tulis saja. Mom, aku sedang berkencan dengan seorang gadis. Kali ini aku sungguh-sungguh menyukainya. That's it."

"That's it?"

Albus mengangguk. "Pembukaanya terserah padamu. Yang penting kau tak menyebut nama Rose kan? Lalu tunggu respon ibumu, baru pikirkan selanjutnya nanti. Jika dia tahu kau benar-benar menyukai seseorang, mungkin kau tak akan diseret lagi ke pesta-pesta bangsawan berkedok ajang cari jodoh. Kill two birds with one stone." Albus mengakhirinya dengan menaik-turunkan kedua alis.

Benar juga!

Bangsawan adalah kalangan yang masih sangat konservatif. Terutama tentang perjodohan. Natal kemarin, ada sekitar lima pesta yang diselenggarakan beberapa keluarga bangsawan secara beruntun. Sebagai putra tunggal keluarga Malfoy, mau tak mau, suka tak suka, Scorpius diharuskan hadir oleh ibunya. Salah satu penyelenggara pesta adalah keluarga pihak ibunya. Bangsawan Greengrass.

Pesta bangsawan tak sesederhana acara makan dan dansa saja. Ada banyak motif di dalamnya. Menjalin relasi, ajang show off, dan mencari calon pasangan untuk anak-anak mereka. Bibit baik harus segera di-keep agar tak jatuh ke tangan lain.

Di sana ibunya dengan bangga memperkenalkannya, juga berusaha mendekatkan dengan beberapa gadis. Membujuk semi mengomando agar dia mengajak gadis-gadis itu berdansa. Beberapa Scorpius familiar karena sama-sama sekolah di sini. Seperti Ansley Pucey yang seangkatan dengannya, Desha Windsor dari tahun ke lima Hufflepuff, juga Jacqueline Davies anak Ravenclaw.

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang