54. New Bond?

212 21 3
                                    


{{🎊_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_🎆_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_🎊}}

Musim dingin mencapai masa titik terendah. Beberapa kali badai salju menerpa di berbagai penjuru termasuk kawasan Hogwarts, hingga timbul larangan ke Hogsmeade sementara waktu.

Tak hanya cuaca ekstrim, dunia sihir juga tengah dilanda krisis wabah. Gejalanya, suhu tubuh yang mendadak tinggi, batuk paroksismal dan timbul ruam di tubuh. Pada tahap yang parah, ruam akan bernanah. Diikuti rasa nyeri serta gatal tak tertahankan. Imun tubuh menurun drastis. Hingga mengakibatkan kematian. Korban meninggal  sudah mencapai puluhan jiwa.

Kementerian segera mengambil tindakan. Mengisolasi wilayah terdampak dan mengirim bantuan medis. Dari yang Rose baca di daily prophet, penyebab pasti masih diselidiki. Pengobatan sementara sudah dilakukan tetapi belum ada hasil signifikan. Baru bisa meringankan simtom yang dialami.

Untungnya wilayah itu, jauh dari teritori Hogwarts. Meski demikian, untuk mencegah segala kemungkinan, Hogwarts menetapkan beberapa hal.

Sampai keadaan kondusif, larangan keluar di akhir pekan diperpanjang. Pengiriman surat atau barang dari rumah tidak bisa dilakukan sementara waktu. Siswa hanya bisa berkabar melalui perapian. Walau harus mengantri dan kurang privasi.

Mackenzie juga bercerita, jika wabah ini berlangsung dalam waktu lama, kemungkinan untuk memorial day akan diadakan secara sederhana tanpa melibatkan pihak luar. Artinya tak ada kunjungan orang tua atau tamu-tamu kehormatan.

Ketika tak puas hanya memantau kabar, Rose akhirnya menghabiskan waktu berjam-jam untuk menggali berbagai informasi mengenai penyakit sejenis dan pengobatan yang sekiranya bisa mengatasi. Meski hanya sebatas itu yang bisa dia lakukan untuk mengikis keresahan.

****

"Konsentrasi anak-anak." Suara Prosesor Davis--guru pertahanan terhadap ilmu hitam-- bergema dalam ruangan. "Pusatkan pikiran. Ambil satu ingatan yang paling positif. Yang memberi rasa kebahagiaan ketika kalian mengingatnya. Kenang kembali dan selimuti diri kalian dengan perasaan itu. Lalu dengan jelas ucapkan, Expecto patronum."

Rose mengikuti instruksi. Memejamkan mata, berkonsentrasi. Tenang. Mengingat. Memilih. Merasakan kembali. Pelan namun jelas. "Expecto patronum."

Ujung tongkatnya bersinar. Asap perak mulai menguar. Perlahan memadat menjadi suatu wujud. Lumba-lumba. She did it.

Rose terperangah. Tak sadar satu kelas yang berisi dua asrama angkatan ketujuh Gryffindor-Slytherin- turut terkesima. Dia satu-satunya yang sudah berhasil.

"Well done, Weasley." Perkataan Profesor Davis menarik perhatian.

Senyum Rose berkembang, "Terima kasih Profesor." Ia bersyukur akhirnya mantra ini diajarkan. Karena patronus bisa digunakan untuk mengirim pesan.

Patronusnya mulai bergerak searah gerak tangan. Seolah berenang di udara. Suara riuh kekaguman, beriring dengan sorak dan tepuk tangan.

Sampai di satu titik, di ujung ruang, gerakan Rose terhenti. Senyumnya luntur, seiring tangannya berangsur turun. Lumba-lumba dari asap keperakan memudar, di depan Scorpius yang menatap lurus padanya.

Secara kilat Rose mengalih pandang. Degup jantung bertalu tak beraturan. Ucapan-ucapan Zabini terngiang. Membuatnya tak sanggup bertatap lama-lama dengan pria itu.

Beruntung Profesor Davis, kembali memimpin kelas. Meminta yang belum berhasil untuk terus mencoba. Beberapa berhasil dan masih banyak yang belum.

***

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang