37. Captured by Hugo

170 24 4
                                    


"Bloody hell! Hugo!" hardik Rose. Lembar perkamennya kini sudah sedikit teremas dan tertempel erat di dada.

"What?" Hugo menaikan alisnya. "Kenapa seterkejut itu? Kau sedang melakukan hal buruk ya?" tudingnya bernada main-main.

Setelah debaran jantungnya berangsur normal, Rose berusaha terlihat santai. "Hal buruk apanya. Aku bukan kau."
Menambah nada olok-olok.

Dengan mempertahankan raut wajahnya, Rose cekatan memasukkan perkamen ke dalam sela buku, setelah melipat jadi lebih kecil. Termasuk tiga gumpalan perkamen yang kemudian ia ratakan secara terbalik. Agar bagian yang ditulisi tak terlihat.

"Kau masih bangun? Kukira semua anak sudah tidur?" tanya Rose sambil melirik jam kukuk yang bertengger di dinding. Hampir tengah malam.

"Kau sendiri?"

"Well, aku lupa mengerjakan Aritmanchy untuk besok."

"Kau? Lupa? Seorang Rose?" Hugo menyangsikan kakaknya terang-terangan.

"Seorang Rose, also human being." Ditumpuknya beberapa buku yang tadi ia gunakan sebagai kamuflase dan membawanya ke pelukan. "Yeah, terserah saja. Aku sudah selesai. Ngantuk. Mau tidur." Ocehan Rose ditutup dengan kuapan. "Night, lilbro."

"Kau tahu ini?" Pertanyaan random tiba-tiba terlontar. Dari saku jubah tidurnya Hugo mengeluarkan sesuatu.

"Hem?" Dahi Rose berkerut. Menatap penuh tanya. Bukan soal benda apa yang dipegang Hugo. Sekilas saja, ia tahu kalau itu teropong jarak jauh. Berdesain vintage. Yang bikin Rose heran, kenapa Hugo melempar pertanyaan retoris begitu.

"Ini barang dari WWW* yang diberikan Paman Gorge."

"Lalu? Kenapa kau memberitahuku?"

Tak langsung menjawab, Hugo mendaratkan bokong di sofa ruang rekreasi. Baru ia kembali berucap, "Tak hanya bisa melihat jarak jauh, tapi juga bisa memperbesar objek yang dilihat. Semacam zoom-"

"Hugo ...." Rose memberi nada peringatan.

Namun, Hugo sengaja tak menanggapi-atau belum. "Tadi aku menggunakannya di sayap kiri menara burung. Memindai dari kiri ke kanan. Kanan ke kiri. Atas-bawah. Terus menyusuri sampai aku menemukan objek menarik. Timur, arah jam 7-"

Perkataan Hugo terhenti karena Rose hanya mengerling sebal, lalu beranjak. Memilih tuk mengabaikan ocehan adiknya.

"-di belakang rumah kaca. Sebelum jam makan siang."
Lanjutan kalimat itu membuat langkah Rose terhenti seketika. Dia belum berbalik saat Hugo kembali buka suara. Pelukannya pada buku mengerat.

"Tepatnya, di puri usang yang cukup menampung dua orang. Ah, ada satu lagi kelebihan. Hasil tangkapan lensa ini bisa disimpan dan diproyeksikan. Seperti ini."

Rose berbalik. Matanya seketika membeliak. Entah apa yang dilakukan Hugo, di udara ada gambaran dirinya dan Scorpius yang bergandengan tangan keluar dari puri.

Jantungnya kembali bertalu. Lebih kuat, hingga buku-buku di pelukannya jatuh berdebam teredam karpet berbulu rasfur. Pekikan yang serta merta keluar, segara Rose tutup dengan kedua telapak tangan.

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang