45. Admonition

172 25 8
                                    

Beberapa hari terakhir, Rose tak bisa tidur cukup. Sering terbangun dan sulit untuk kembali tidur. Kelopak matanya terlihat lebih menggantung, juga muncul garis gelap meski masih samar. Penyebabnya, mungkin hatinya yang terus gelisah.

Lelah mengubah berbagai posisi dengan harapan bisa lelap lagi --yang ternyata tidak -- akhirnya dia memilih menyinari jam di meja. 4. 22.

Menghela napas. Masih terlalu buta untuk memulai aktifitas. Biarpun demikian, Rose memutuskan untuk menyeret tubuh turun dari ranjang. Dia berpikir untuk minum, sekalian cuci muka. Sedikit merutuk karena kamar mandi dua-duanya ada di bawah.

Setelah dirasa wajahnya lebih segar, Rose berniat untuk menghirup udara luar. Sembari menunggu sinar mentari.

Tapi tiba-tiba saja, dia mendengar sesuatu yang ganjil. Langka kaki? Seperti mengendap-endap. Rose memicingkan mata. Siapa? Masa penyusup? Mantra perlindungan  mereka terlalu kuat untuk ditembus orang asing.

Rose mengigit bibir kuat, saat suara itu kian mendekat. Sepertinya menuju tangga utama. Gawat! Harus segera melakukan sesuatu. Untungnya kebiasaan membawa tongkat sihir di mana dan ke manapun melekat erat.

Berusaha tak menimbulkan suara, Rose melangkah lebar-lebar agar bisa segera memergoki siapa gerangan penyusup itu. Hati-hati, mengintai, mencari celah sudut yang menguntungkan. Kutukan sudah di ujung lidah. Matanya memicing, mempertajam penglihatan, di bawah cahaya lampu yang remang.

Namun, begitu sosok itu tertangkap jelas retinanya, ia terbelalak. Langkah 'hantunya' menjadi lebih cepat. Kutukan yang berniat terlontar, berganti desisan tajam.

"What the hell are you doing, Boy?!" Menekan pada kata terakhir.

Seperti maling yang tertangkap basah, tuan rumah, ' si penyusup' kelabakan berbalik, hingga satu kaki tak sengaja menjegal satunya. Bunyi debam bokong yang beradu anak tangga menggema. Diikuti rutukan kesakitan.

"Fuck! Bloody hell, Rose?" Rutukan lanjutan dengan nada serendah mungkin. Meski kemudian timbul sedikit lega melihat sosok yang memergokinya.

Rose memindai penyusup yang tak lain adiknya sendiri. Jelas bukan baju tidur. Terlebih dengan sneaker. Dan tampang kusut yang menandakan anak itu bukan akan berpergian tapi habis berpergian.

"Kau--"

"Ssst!" Hugo buru-buru membungkam Rose dan menariknya ke tempat yang lebih tersembunyi.

"Yang benar saja, Hugo? Jadi semalam kau tak di rumah? Dan baru pulang sekarang?! Katakan! Keluyuran ke mana saja kau?!" sembur Rose begitu tangan Hugo terlepas dari mulutnya.

"Calm down. Pelankan lagi suaramu." Hugo berbisik dengan nada panik. "Seth ulang tahun. Dia mengadakan pesta. Aku hanya datang untuk merayakannya, oke!?"

"Pesta ulang tahun? Dan kau baru pulang?"

"Oh ayolah Rose, sekarang ini siapa yang berpesta jam 7 dan pulang jam 10."

Semakin sering Hugo membuka mulut, hidung Rose semakin mencium aroma tak lazim. Ia mendekatkan hidung ke mulut adiknya yang mendadak gelagapan dan menutup mulut rapat-rapat. Dia kenal aroma samar ini, meski belum pernah mengkonsumsinya.

Hugo menatap horor sorot mata kakaknya. Seperti detektif  yang bersiap mengungkap pelaku kejahatan.

"Kau ... Hugo! Kau minum wiski api?!" Lebih ke bentakan daripada pertanyaan.

Hugo berdecak dan mengutuk lirih. Ternyata masih tercium. Sial!

"Ssst..." Kembali ia meminta kakaknya untuk tidak menaikkan suara. "Aku hanya mencoba sedikit. Sungguh." Berharap gestur jempol dan telunjuknya membantu.

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang