( ꈍ_______✿(ʘᴗʘ)✿_______ꈍ)
Celebration bagi Gryffindor, dan masa suram bagi Slytherin perihal Quidditch, hanya bertahan sepekan. Kini Hogwarts memasuki minggu ketiga bulan Maret. Musim semi. Salju yang dulunya bertumpuk, lenyap tanpa jejak oleh udara yang menghangat. Rona Hogwarts tak lagi putih pucat, tapi penuh warna.
Antusias siswa beralih pada event selanjutnya. Pesta peringatan kematian Profesor Dumbledore dan memorial pahlawan perang. Diselenggarakan tepat pertengahan April. Puncak musim semi. Para guru dan prefek sibuk dengan persiapan.
Well, 'pesta' pada peringatan hari berkabung terkesan tak etis. Tapi, Profesor Dumbledore sangat suka pesta dan menari. Tercermin dari kepribadiannya yang penuh semangat, ceria dan hangat. Jadi, berpesta adalah cara Hogwarts mengenang beliau. Bukan dengan air mata, tapi dengan senyum dan tawa. Bukan meratap sedih, tapi ajakan memupuk cinta dan kasih sayang. Cara ini adalah saran dari adik Profesor sendiri, Aberforth Dumbledore.
Nah, yang namanya pesta pasti tak jauh dari, gaun, suit, dance dan, pasangan. Yap. Pasangan adalah poin penting yang harus segera dicari, sebelum kehabisan SDM yang bagus. Or at least, itu cara berpikir kebanyakan lajang. Jadi tak heran jika saat ini, mereka saling lirik, saling bisik, atau yang terang-terangan sekalipun.
"Marie Downey, Cheline Wong, atau Susan Beggie. Menurutmu, siapa yang paling oke?" Albus bertanya dengan menggumam sambil menulis sesuatu di perkamen.
Rose, mengangkat sedikit wajahnya dari buku, dan melirik gerakan tangan Albus. Saat ini mereka duduk berdampingan di perpustakaan. Menemani-mementori tepatnya- Albus mengerjakan laporan Telaah Muggle yang akan dikumpulkan besok pagi.
"Menurutku. Kau melewatkan bagian inti dari paragraf ini." Rose menunjuk bagian bacaan di buku Albus. Mengabaikan pertanyaan tadi.
Albus membalas lirih, "Oh shit. Kau benar." Lalu menjejalkan kalimat yang terlewat tadi sembarangan. Melihatnya, Rose geleng-geleng kepala. Dasar tak rapi.
"Hei." Albus sadar. "Kau tak menjawab pertanyaanku," protesnya.
"Well, terus terang aku tidak peduli Al, siapa yang ingin kau kencani berikutnya." Rose berkata cuek, sambil membalik halaman.
"Bukan. Ini untuk dijadikan pasangan ke pesta."
Rose mengernyit. "Pesta?"
Albus berhenti menulis dan menatap Rose. "Pesta. Memorial. Remember?"
"Oh right." Rose mengangguk paham. "Tapi itu masih tiga minggu lagi."
"Tinggal tiga minggu," koreksi Albus.
Rose memutar mata." Terserah. Jalan saja sama siapa pun yang kau suka."
Albus itu soal cewek, sebelas dua belas sama Scorpius Malfoy. Tipikal penebar jaring feromon. Itu sisi Albus yang tak disukainya. Tapi, gadis-gadis yang masih terjerat juga bodoh. Reputasi Albus sebagai player, sudah diketahui se-Hogwarts. Dia bisa merayu satu cewek di koridor dan cewek lain di koridor berikutnya.
Dan Rose tak ingin repot-repot ambil pusing soal perilaku Albus satu ini. Asal Albus tidak melewati batas, itu sudah bagus.
"Kau sendiri bagaimana?" Albus mengganti pertanyaan.
"Apanya?"
"Pasangan ke pesta," ucap Albus gemas. "Sudah ada yang mengajakmu?"
Rose menggeleng. "Toh kalau nggak ada ajakan, masih ada kalian-kalian yang bisa jadi gandengan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Incurable Disease
FanfictionScorpius telah diultimatum sang ibu, agar tidak berurusan dengan Rose Weasley. Apalagi sampai menjalin hubungan tertentu. Tanpa tahu latar belakang, larangan tersebut, Scorpius mengiyakan. Rose Weasley. Gadis kecil berambut merah mengembang berantak...